makalah aliran pembaharu islam di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam berbagai  disiplin ilmu keislaman, ilmu kalam merupakan suatu objek pembahasan yang  mendapat sorotan dan menjadi   perdebatan  dikalangan ulama dikarenakan pemikiran mereka yang beragam  namun dibalik semua itu  kita sebagai manusia yang dianugerahi  akal sebagai instrumen berfikir  oleh Allah tidak sepatuhnyalah kita saling bercerai -berai karena perbedaan yang lahir dari kita sendiri. Untuk itu kami disini sebagai yang diamanati  tugas oleh dosen akan mencoba menjelaskan tentang Aliran-aliran pembaharu islam.

Modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya.membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari akidah yang terdapat dalam agamanya. Mempelajari akidah/teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat , yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh peredaran zaman. Jelasnya pemakalah akan membahas mengenai perkembangan aliran-aliran pembaharu islam di timur tengah , perkembangan dan langkah strategis .
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja aliran-aliran yang perkembang di islam yaitu di timur tengah ?
2.      Gimana cara perkembangan aliran-aliran tersebut ?
3.      Gimana langkah strategis untuk mengikapinya ?
C.     Tujuan Penulisan
1.      mengetahui sejarah dan aliran-aliran islam
2.      mengetahui cara berkembangnya aliran-aliran tersebut
3.      mengetahui langkah strategis untuk mengikapinya 
D.    Metode Penulisan
       Metode penulisan yang kami gunakan untuk mencari sumber-sumber dalam pembuatan makalah ini adalah dengan cara mengumpulkan data dari buku aliran-aliran sejarah .



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Aliran-aliran pembaharu islam di Timur Tengah
1.      Aliran Khawarij
Kaum Khawarij terdiri atas pengikut-pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap Ali yang menerima Arbitase sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah tentang khalifah dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Nama khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti ke luar. Nama itu diberikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa pemberian nama mereka berasal dari surat An-Nisaayat 100 yang dalamnya disebutkan : “keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasulnya. Dengan demikian kaum Khawarij keluar dari kampung halaman mereka untuk mengabdikan diri kepada Alloh (Nasution,1972 :11).
Gerakan-gerakan khawarij berpusat di dua tempat yaitu di Bathaih yang mengontrol khawarij yang berada di Persia dan sekeliling Irak. Serta yang bermarkas di Arab daratan yang menguasai kaum khawarij yang ada di Hadramaut, Yaman, dan Thaif. Dalam ketata-negaraan, mereka memang mempunyai paham yang berlawanan dengan paham yang ada pada waktu itu, merekan lebih bersifat demokratis, karena menurut mereka Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam. Mereka beranggapan bahwa yang berhak menjadi pemimpin bukan hanya kaum Quraiys saja, bukan hanya orang Arab saja, tetapi semua orang berhak menjadi pemimpin. Orang yang terp[ilih akan terus bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam, tetapi apabila mereka menyeleweng dari ajaran Islam mereka wajib dijatuhkan atau dibunuh.
Ajarannya dalam aliran Khawarij tidak ada yang namanya dosa kecil. Akan tetapi mereka menganggap adanya dosa besar seperti syirik, melakukan sihir, membunuh tanpa hak, riba memakan harta anak yatim. Adapun ajaran pokok dari aliran Khawarij ini adalah khalifah, dosa serta iman. Berbeda dengan kelompok Syi’ah yang mempercayai khalifah itu turun-temurun. Tetapi khawarij meyakini bahwa pemimpin dipilih melalui demokrasi yang bebas.
Perkambangan orang-orang khawarij mempunyai pandangan yang yang radikal dan ekstrim. Akan tetapi ada aliran khawarij yang berpaham moderat seperti Al-ibadiyah. Sementara yang berpemikiran radikal iyalah Al-jaridah mereka tidak mengakui adanya surat yusuf dalam Al-qur’an serta menghalalkan harta orang yang menentang dengan cara membunuh serta mereka menghalalkan menikahi cucu perempuan mereka sendiri (Salihun,2010).
Kaum Khawarij tercepah menjadi beberapa golongan diantaranya :
a.       Al-Mukhamimah
b.      Al-Azariqah
c.       Al-najdat
d.      Al-Sufriyah
e.       Al-ibadah

2.      Aliran Syi’ah
Syi’ah berarti pengikut. Kata syi’ah berasal dari bahasa Arab yang berarti pengikut. Mazhab ini pengikut dari khalifah Ali bin Abi Thalib. Selain Ali bin Abi Thalib mereka tidak patuh kepada khalifah yang lain, karena mereka beranggapan bahwa selain Ali, khalifah yang lain adalah sebagai perampas. Selain itu mereka juga mempunyai ulama-ulama tersendiri(Salihun,2010).
Beberapa kalangan ada yang mengatakan Syi’ah lahir pada masa kekhalifahan Ustman bin Affan atau pada masa awal ke peminpinan Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Ustman bin Affan yang berakhir pada kesyahidan Ustman dan ada tuntutan umat agar segera membai’at Ali sebagai khalifah. Tampaknya pendapat yang populer adalah bahwa syi’ah adalah lahir setelah gagalnya perundingan antara pasukan khalifah Ali bin Abi Thalin dengan pasukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan di perang siffin yang lazim disebut dengan at-ahkim. Akibat dari kegagalan itu sejumlah pasukan ali ada yang tidak setuju dan keluar dari golongan Ali yang mashur dengan golongan Khawarij. Sementara yang setuju dengan Ali disebut dengan golongan Syi’ah (pengikut Ali).
Istilah Syi’ah pada era kehalifahan bermakna pembelaan dan dukungan politik. Syi’ah Ali muncul pertama pada masa ke khalifahan Ali dan bisa juga di sebut dengan pengikut setia Ali yang pada saat itu melawan pihak mu’awiyah .pada saat itu Syi’ah bersifat kultural  bukan bercorak aqidah seperti sekarang. Orang-orang syi’ah beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib lebih baik dari sahabat yang lain seperti Abu Bakr, Umar dan ustman, bahkan ada yang tidak menganggap mereka sebagai khalifah.
Seiring dengan perkembangan zaman syi’ah pun muncul menjadi sebuah pemahaman, hingga saat ini syi’ah terpecah menjadi golongan-golongan, ada diantara mereka yang ektrim dan yang tidak ekstrim (MUI dkk, 2013).



3.      Aliran Murji’ah
Sebagaimana halnya dengan kaum Khawarij, kaum murji’ah pada mulanya ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan khalifah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah Ustman bin Affan mati terbunuh. Seperti telah dilihat, kaum Khawaruj awalnya menyokong Ali tetapi mereka berbalik menjadi musuhnya. Karena adanya pertentangan pada aliran ini penyokong yang setia membela Ali akhirnya mereka merupakan satu golongan lain yang kita kenal dengan aliran Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah timbul suatu golongan baru yang bersikap netral tidak mau turut serta dalam pertentangan ini. Bagi mereka para sahabat-sahabat yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang tidak bisa dipercayai. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa yang benar dan mana yang salah, mereka memandang lebih baik menunda, oleh karena itu aliran ini dinamakan kaum Murji’ah yang berasal dari kata (arja’a) yang berarti menunda (Nashution.1972).
Sewaktu pemerintahan islam pindahkekuasaan ke Damaskus maka kuranglah ketaatan yang terjadi di kalangan bani Umayah.  Bani Umayah pada saat itu bersikap kejam. Kaum Mujri’ah pada saat itu membela bani Umayah yang berperilaku kejam. Mengapa ?, karena mereka beranggapan bahwa baik buruknya seseorang hanya Allah yang menilai. Hal ini sangat menguntungkan baani Umayah karena paham ini menjadikan kecil kemungkitan untuk menentang bani Umayah.
Yang menjadi asas ajaran aliran Murji’ah adalah batasan pengertian iman. Menurut mazhab ahlus sunnah wal jamaah iman itu terdiri dari tiga unsur yaitu membenarkan dengan niat, mengikrarkan dengan lisan dan perbuatan seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain. Bererbeda dengan kaum murji’ah ini yang mana mereka berpendapat bahwa arti iman menurut bahasa adalah membenarkan dengan hati saja. Barang siapa yang meyakini bahwa dengan hati mereka adalah seorang muslim. Adapun perbuatan baik atau buruknya Alloh yang menilai. Aliran ini mulanya timbul di Damaskus pada akhir abad pertama hijriyah. Dinamakan murji’ah karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum orang mukmin yang berdosa besar dan belum bertaubat sampai matinya dan orang itu belum bisa dihukum sekarang (Salihun,2010).
4.      Aliran Qadariyah dan Jabariah
Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Selanjutnya tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Di sini timbulah pertanyaan sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan tuhan, bergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan dalam menentukan hidupnya ?ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan mtlak?
Dalam menanggapi pertanyaan seperti ini kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekkan dan kebebasan dalam hidupnya. Menurut paham Qadariyah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian nama Qadariyah berasal dari bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk mewujudkan kehendaknya sendiri dan bukan berasal dari manusia yang tunduk terhadap kehendak Tuhan atau qadar Tuhan.
Kaum jabariayah sebaliknya, manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak mulak tuhan. Jadi nama jabariyah berasal dari jabara yang berarti memakasa. Memang dalam faham ini terdapat faham bahwa manusia mengerjakan perbuatan-perbuatannya karena terpaksa atau adanya kehendak Tuhan.
Ajaran Qadariyah berasal dari seorang penduduk Irak yang awalnya kristen lalu dia masuk islam setelah itu dia masuk kristen kembali. Dari sinilah ma’bab al-Jundi dan Gailan ad-Damski mengambil pemikirannya.berbada dengan Qadariyah paham jabariyah ini mengajarkan bahwa semua gerak-gerik perbuatan manusia itu Allah yang melakukan. Baik atau buruk itu semua berasal dari Allah, walaupun nantinya balasan surga atau neraka akan mereka terima. Apabila kitra melakukan shalat maka Alloh lah yang melakukannya, dan apabila kita mencuri maka Alloh juga lah yang melakukannya, inilah paham dari aliran Jabariyah. Mayoritas kaum muslimin menolak paham Jabariyah tersebut karena menyebabkan seseorang menjadi malas.Pendapat-pendapat Jabariyah dan Mu’tazilah banyak mempunyai kesamaan, misalnya tentang sifat Alloh, surga dan neraka yang tidak kekal, Al-qur’an sebagai makhlukdan kita tidak bisa melihat Alloh di akhirat kelak.
Daerah munculnyapun tidaklah berjauhan, yaitu di Persia dekat dengan munculnya Qadariyah di Irak. Ajaran aliran ini banyak memiliki persamaan dengan aliran Qurra’ agama yahudi dan aliran Ya’cubilah agama kristen. Ringkasnya bahwa orang-orang Jabariyah itu tidak mempunyai ikhtiar, merupakan kebalikan dari paham Qadariyah. Mereka beranggapan bahwa gerak-gerik manusia karena adanya paksaan dari Alloh (Nasution,1972).
5.      Aliran Mu’tazilah
Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan yang dibawa kaum Kwarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memaknai akal sehingga mendapat nama “kaum rasionalis islam”.
Berbagai analisa yang dimajukan tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut buku-buku ilmu kalm, golongan kaum mu’tazilah prtama ini mempunyai corak politik. Dan kelompok Mu’tazilah yang kedua adalah golongan yang ditimbulkan Wasil, juga mempunyai corak politik karena mereka sebagai kaum Khawarij dan kaum Murji’ah juga membahas praktek-praktek politiuk yang dilakukan Ustman, Ali dan Mu’awiyah. Perbedaan antara mereka adalah kaum Mu’tazilah menambahkan persoalan teologi dan filsafat kedalam ajaran mereka (Nasution,1972).
Aliran mu’tazilah ini mempunyai dua pusat pergerakan yaitu :
a.       Di Bashrah : pada permulaan abad 6 H, dipimpin oleh Washil bin Atho’dan Amr bin ubaid serta diperkuat oleh muridnya.
b.      Di baghdad : di pimpin oleh Basyar bin al-mu’tamar dibantu oleh Abu Musa al-murda, Ahmad bin Dawud.
Ajaran-ajaran Mu’tazilah didukung oleh penguasa bani umayah, khalifah-khalifah bani Abasiyah serta memunculkan ulama-ulam yang terkenal. Mu’tazilah berkembang pesat dan mempunyai sistem yang menonjolkan akal pikiran. Oleh karena itu mereka dinamakan rasionalisme islam. Mu’tazilah banyak terpengaruh oleh paham orang yahudi.AjaranMu’tazilah banyak terpecah menjadi 22 aliran, namun aliran-aliran tersebut mempunyai 5 prinsip ajaran diantaranya (Ghazali,2005):

a.       Tauhid
b.      Keadilan
c.       Janji dan ancaman
d.      Tempat diantara dua tempat
e.       Amr ma’ruf nahi munkar
6.      Ahlus Sunnah wal Jamaah
Istilah ahlus sunnah wal jamaah berasal dari kata-kata yaitu: Ahl berati golongan atau pengikut, Sunnah berarti perbuatan nabi Muhammad atau sunnah nabi Muhammad, Wal berarti serta atau disertai, Jamaah berarti sahabt rasulullah SAW. Jadi bisa disimpulkan bahwa istilah ahlus sunnah wal jamaah adalah golongan golongan yang senantiasa mengikuti sunnah beliau. Orang-orang yang bermazhab ini megikuti ajaran nabi Muhammad yang dicontohkan dari hadist-hadist  beliau dan mengacu pada al-qur’an. Rasulullah bersabda dalam hadistnya, umat islam akan terpecah-belah menjadi 73 golongan tetapi satu yang akan selamat dari api neraka yaitu golongan yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah dan ajaran beliau. Dari ciri-ciri ini golongan ahlus sunnah wal jama’ah lah yang yang mengikuti sunnah beliau. Tetapi lagi-lagi ulama banyak yang berbeda pendapat dalam menafsirkan hadist-hadist dan al-qur’an .pada intinya paham dari mazhab ini adalah dengan berpegang teguh pada Al-qur’an dan Al-hadist meski banyak ulama yang berbeda pendapat dalam menafsirkannya (Salihun,2010).
Diantara para ulama yang berbeda pendapat itu adalah :
a.       Jumhur al-Umayah al-Islamiyah(mayoritas umat islam)
b.      Jama’iyah(umat terbesar)
c.       Al-sawad al-A’dam(kelompok besar)
d.      Al-salaf al-Shalih(para ulama terdahulu)
e.       Ahl al-Haq(golongan yang hak/benar)
f.        Ahl al-Hadist
7.      salaf
Mazhab Salaf adalah pengikut dari aliran Hambali yang muncul pada abad 4 H. mereka beranggapan bahwa Imam Ahmad bin Hambal telah menghidupkan dan mempertahankan pendrian ulama-ulama salaf. Karena ulama-ulama salaf telah memotifasi gerakan orang-orang hanabillah maka orang-orang hanabillah berpemahaman salaf. Pada abad ke 7 H gerakan salaf memperoleh kekuatan baru dengan datangnya Ibnu Taimiyah yaitu seorang ahli filsafat. Dia mempunyai lebih dari 300 karangan buku. Dan dia juga berpendapat bahwa berziarah ke makam nabi-nabi hukumnya tidak wajib. Paham salam yamh dikembangkan Ibnu Taimiyah banyak menuai kritikan. Walau, sebelumnya kepercayaan-kepercayaan tersebut telah menjadi kepercayaan orang-orang hanabiyah .orang-orang hanbiyah titak mengakui bahwa paham salaf Ibnu Taimiyah merupakan aqidah salaf.

8.      Wahabiyah
Wahabiyah adalah sebuah paham yang mengikuti pikiran Imam Ahmad bin Hambal yang ditafsirkan Ibnu Taimiyah. Mereka menganggap mereka adalah dari kalangan ahlussnah. Tetapi gerakan wahabi ini cenderung keras, ini yang banyak menimbulkan kritik kepada gerakan ini. Nama Wahabiyah sendiri berasal dari berasal dari pendirinya yaitu Muhammad bin Abdul Wahab. Ada beberapa isu yang ditekankan sebagai ajaran yang berbeda dengan ajaran islam yang lain diantaranya adalah: tauhid, tawassul, ziarah kubur, takfir bid’ah, kurafat , ijtihad dan taqlid.
Ajarannya dan derkebangannya, Wahabi sangat menolak keras adanya takhayyul, bid’ah dan kurafat. Mereka juga menolak keras tawassul dengan alasan ibadah harus merujuk kepada ucapan dan tindakan secara lahir dan batin yang dikehendaki oleh Allah. Mereka juga beranggapan bid’ah adalah ajaran yang tidak didasarkan atas Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW. Ajaran ini merupakan lanjutan dari mazhab salaf. Paham ini banyak menuai kritikan karena ajarannya yang keras. Memang tidak semua salah dan tidak semua benar, tetapi dalam melaksanaan amr ma’ruf sangat lah diperlukan kearifan bukan dengan kekuatan dan kekerasan (Hanafi,1977).
Perkembangan dalam teknologi dan ilmu pengetahuan yang dibawa oleh orang-orang Barat telah memasuki Islam di awal abad sembilan belas. Dari kontak dengan dunia Barat inilah muncul ide-ide baru dalam islam, contohnya seperti, rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya, tidak terkecuali orang-orang islam di Timur tengah. Sebagaimana halnya di Barat, di dunia Islam pun timbul aliran-aliran dan gerakan-gerakan untuk menyesuaikan faham-faham Islam yang ditimbulkan dari budaya barat tersebut.
Kaum Orientalis yang mempelajari sejak lama tentang agama Islam dan umat Islam, mempelajari perkembangan perkembangan modern tersebut. Hasil dari penyelidikan kaum Orientalis Barat ini segera melimpah ke dunia Islam. Kaum terpelajar mulailah memusatkan perhatian pada perkembangan modern dalam Islam dan kata-kata moderenisme pun mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan sebutan al-tajdid yang berarti pembaruan.
Dalam garis besarnya sejarah perkembangan islam dibagi menjadi tiga periode besar yaitu : klasik, pertengahan dan modern. Munculnya aliran-aliran islam di timur tengah terjadi di periode pertengahan (1250-1800M). Di zaman ini desentralisasi dan desintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan aliran Sunni dan Syiah bertambah jelas, demikian juga yang terjadi di Arab dan Persia(Nasution,1975).

B.     Perkembangan Aliran-aliran Pembaharu Islam di Indonesia
      Istilah pembaharuan identik dengan moderenisasi, reformasi, tajdid, dan ishlah. Moderenisasi berasal dari kata modern. Secara etimologi, modern di artikan terbaru, mutakhir, sedangkan secara terminology berarti sikap, cara berpikir, serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Adapun moderenisasi berarti suatu proses pergeseran sikap dan mental suatu warga masyarakat untuk hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini. Dalam bahasa Arab moderenisasi sering di artikan tajdid, artinya memperbaharui (pemahaman terhadap teks agama), sementara pelakunya di sebut dengan mujaddid. (Bustomi.1995:11)
      Sistem pengetahuan umat Islam di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode, yaitu periode paleotekhnik atau periode agraris, dan periode neotekhnik atau periode industrial. Pada periode pertama, alam pikiran umat islam di Indonesia secara umum bercorak mistis dan magis. Sebagaimana keterbatasan yang dihadapi oleh masyarakat agraris pada umumnya, pada saat itu umat Islam mempunyai kemampuan yang terbatas sekali untuk menghadapi tantangan-tantangan alam dan lingkungan, dan ditengah pembatas semacam inilah, perkembangna pemikiran islam dalam masyarakat agraris mempunyai corak yang sangat khas.
      Menghadapi zaman baru, yakni masyarakat industrial yang memiliki sistem pengetahuan rasional dan teknologi baru, tentu saja pikiran-pikiran yang penuh bid’ah,khurufat dan takhayul, tak dapat bertahan. Di dunia Islampun, usaha untuk melakukan pemurnian ajaran-ajaran agama dari pikiran-pikiran mistis dan magis itu telah dimulai pada awal abad XIX. Akan tetapi, agaknya, gerakan ini baru mencapai momentumnya ketika gelombang industrialisasi mulai mendesak alam pikiran agraris tersebut.
      Di indonesia muncul gerakan-gerakan pembaharuan, seperti Muhammadiyah, persis dan gerakan-gerakan lain yang tumbuh pada awal abad XX, yang berusaha untuk memurnikan ajaran islam dari beban-beban kultural agam yang berupa takhayul, khurufat dan bid’ah. Gerakan-gerakan ini melakukan reaktualisasi ajaran islam untuk memasuki zaman baru, yakni zaman industrialisasi. Gerakan pembaharuan pada fase yang pertama ini menjadi persiapan awal agar umat islam dapat berpikir lebih rasional untuk menyambut datangnya masyarakat industrial inilah, umat islam memasuki periode kedua, yaitu zaman noetekhnik.(Kuntowijoyo.1996:279)
      Gelombang gerakan pembaharuan pemikiran islam Indonesia dapat dilacak akar sejarahnya dengan munculnya gerakan Padri di Sumatera Barat. Gerakan ini, dalam beberapa tingkat, cukup radikal sehingga menimbulkan benturan keras dengan kaum adat. Akibatnya,konfli kaum padri dengan kaum adat tidak dapat dielakkan.
      Kaum padri mulanya dipelopori oleh tiga orang tokoh haji, yaitu Haji Masikin, Haji Suanik, dan Haji Piobang yang pulang adri tanah suci mekkah pada tahun 1803. Ketiga tokoh ini amat dipengaruhi oleh ajaran wahabiya, karena memang pada saat itu pengaruh gerakan wahabi (gerakan modern pemurnian islam, pimpinan Muhammad bin Abdul Wahab) di Mekah, amat signifikan. Ketiga tokoh ini, setibanya di kampung halaman, menyaksikan sejumlah perilaku amoral dari ketua adat, seperti menyabung ayam, berjudi, minum arak, dan wanitanya berpakaian tidak sopan tanpa menutup aurat. Oleh karena itu mereka menentangnya dan melakukan berbagai upaya, yang kemudian diikuti oleh banyak orang yang dinamakan kelompok Padri.(Qodir.2005:30)
      Kaum Padri merupakan kelompok moderenis dikalangan masyarakatnya. Pamornya semakin meningkat, akibat keberanian mereka melawan kekuatan kolonial, dengan melakukan perlawanan kepada Inggris di bawah pemerintahan Raffles tahun 1818 M yang kebetulan saat itu meguasai beberapa wilayah tanah air (khususnya Minangkabau) sebelum kedatangan Belanda tahun 1821 M. Selanjutnya di bawah pimpinan Datuk Bandaro, kaum Padri mendapat posisi kuat di Alahan Panjang. Walaupun kaum adat banyak mendapat bantuan dari penjajah dalam melawan Padri, kekuatan pemimpin-pemimpin Padri cukup dipertimbangankan. Tuanku Nan Renceh, misalnya terkenal sanagt pemberani dan tidak mengenal kompromi dengan penjajah.
      Setelah grakan Padri, gerakan pembaharuan di Indonesia terus berkembang, seperti yang tergabung dalam organisasi Muhammadiyah yang menitikberatkan pada pemberantasan bid’ah, khurufat, dan pemurnian ajaran Islam, serta perkumpulan jamiat Khair dan Al-irsyad, yang lebih menekankan aspek pendidikan.
      Peta khazanah pembahasan pembaharuan Islam di Indonesia tidak dapat dilepas dari eksistensi Muhammadiyah dan pendirinya, K.H. Ahmad Dahlan, yang pada masa kecilnya dikenal dengan sebutan Muhammad Darwis, lahir di Yogyakarta pada 1868 M, putra dari K.H. Abu Bakar, seorang khatib masjid Kesultanan Yogyakarta.
      Moderenisme masuk ke Indonesia dimasa peralihan abad tepatnya ketika para mahasiswa Indonesia kembali dari Timur Tengah, seperti Al-azhar yang merupakan Universitas terkemuka di Kairo, dengan membawa tulisan-tulisan dan gagasan para sarjana moderni, Al-Azhar yang kontroversial, semisal Muhammad Abduh.sebagian besar mereka sangat rajin melakukan perubahan-perubahan yang ditawarkan Muhammad Abduh dibidang teologis dan pendidikan di tanah air. Oleh karena itu, kemudian muncul kesenjangan antara kelompok yang optimis dengan tawaran-tawaran moderenisme dan mereka yang menganggap pembaharuan sebagai bid’ah. Kelompok pertama dikenal sebagai generasi tua. Masing-masing kelompok berusaha untuk menguangi pengaruh lawan dan memperbesar pengaruhnya dimasyarakat luas. Kaum muda melalui inisiatif K.H.Ahmad Dahlan mendirikan organisasi pendidikan kemasyarakatan di Yogyakarta pada 1912 M yang diberi nama Muhammadiyah. Sementara itu kaum tradisionalis mendrikan wadah Nahdhatul Ulama (NU) pada 1926 yang dipelopori oleh K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur.
      Hingga saat-saat maraknya oposisi kaum sekularis, petentangan antara kaum modernis dan kaum tua (kaum tradisonalis) terus berlanjut. Meskipun demikian, pihak kaum tua, yang terkumpul dalam wadah NU, muncul sebagai pemain politik yang berhasil dimasa Orde lama dan berlanjut hingga Orde baru.
      Sejak tahun 1968 M atau 1967 M, kalangan muda dalam gerakan Islam cukup sibuk membahas masalah moderenisasi. Ini tampak dari tulisan-tulisan yang dimuat dikoran mahasiswa, seperti Mahasiswa Indonesia, Mimbar Demokrasi, Gema Mahasiswa, (terbitan Dewan Mahasiswa UGM), Harian Kami, Harian Masa Kini yang terbit Yogya dan berbagai majalah kampus yang cukup banyak jumlahnya.
      Gerakan pemikiran baru Islam dikalangan intelektual muda Islam pada tahun 1970-an itu, merupakan perkembangan radikal dalam pemikiran politik keagamaan umat Islam pada zaman Orde baru. Gerakan pemikiran baru itu sendiri tidak saja membicarakan posisi umat Islam, tetapi juga melibatkan pembicaraan tentang Tuhan, manusia, dan berbagai soal kemasyarakatan, terutama yang berhubungan dengan persoalan politik umat Islam serta bagaimana melakukan terobosan-terobosan baik kultural ataupun keagamaan, untuk mengambalikan daya gerak psikologis (psychological striking force) umat islam.
      Gerakan pemikiran baru itu timbul dari gagasan-gagasan Nurcholish Madjid yang oleh Kamal Hasan, dilukiskan sebagai seorang intelektual muda muslim yang berpikiran realistis akomodasionis, sebagaimana tokoh Islam seniornya Mintaredja. Oleh karena itu, gagasan pemikiran  baru Nurcholis Madjid lebih bersifat mengelaborasi pikiran-pikiran Islam dalam hubungannya dengan masalah-masalah modernisasi sosial politik umat Islam Indonesia kontemporer. Dengan kata lain, berdeba dengan gagasan-gagasan tokoh Islam senior lainnya, seperti M. Natsir, H.M. Rasyidi, Deliar Noer, Zakiah Daradjat, Mafthuhah Yusuf, dan sebagainya, pemikiran baru Nurcholish lebih bersifat empirik.
      Gagasan pemikiran baru Islam mendapat bentuknya paling awal ketika Nurcholois Madjdid menuliskan sebuah makalah berjudul “keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”. Makalah itu kemudian menimbulkan polemik dan kritikan tajam, tetapi sayangnya para pengkritik tidak menghiraukan orientasi empirisme yang ada dalam pikiran baru karena dianggap kontroversial dan bahakan mengesankan pemikian seorang sekularis. Nurcholish mengawali konsistensinya dengan pernyataan bahwa umat Islam Indonesia telah jatuh kembali dalam situasi stagnan dan telah kehilangan daya gerak psikologis. Untuk menjaga keberlangsungan umat, umat Islam dihadapkan pada dua pilihan antara keharusan pembaharuan dan memprtahankan sikap tradisionalisme. Pilihan-pilihan tersebut mempunyai konsekuensi tertentu. Pilihan pada keharusan pembaharuan tampaknya mempunyai potensi yang dapat menimbulkan perpecahan umat, sementara pilihan untuk mempertahankan tradisonalisme dan konservatisme islam berarti memperpanjang situasi kemujudan intelektual umat islam.
Potret lain yang juga cukup penting dalam menyoroti perkembangan peta pemikiran umat Islam adalah tulisal William Liddle dalam “Monograf Politics and Culture In Indonesia”. Melalui pendekatan politik, Liddle menmukan tiga corak pemikiran islam di indonesia.
      Pertama, Indigenits yaitu kelompok pemikiran yang percaya bahwa islam bersifat universal. Namun, dalam praktiknya, islam tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya setempat. Gagasan tentang upaya Pribumisasi Islam atau Kontekstualisasi Doktrin Islam misalnya adalah usaha para intelektual Islam untuk mempertemukan Islam dengan budaya setempat. Kelompok ini juga berusaha mengakomodasikan kepentingan umat Islam dengan pemerintah. Para pendukung Indigenits ini tetnu saja termasuk Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid.
      Kedua, Sosial Reformis yaitu gerakan Islam ynag lebih menitikberatkan pada pemikiran dan aksi untuk mengatasi berbagia kemiskinan dan ketimpangan sosial yang masih melanda umat Islam, sebagai akibat proses pembangunan yang bersifat top-down. Aliran kedua ini banyak bergabung dalam Non-Govermental Organization(NGO). Pemikiran penganut aliran ini senantiasa mencari alternatif yang bisa dijadikan model pembangunan yang tepat bagi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam pencarian model-model pembangunan ini, pengaruh teori kritis madzhah Frankrut atau dependensia cukup berrti untuk tidak mengatakan dominan.
      Ketiga, Universalisme, yaitu kelompok pemikiran yang percaya bahwa al-Quran dan Hadis yang dibawa Nabi Muhammad SAW, sudah sangat sempurna dan dapat ditetapkan langsung pada masyarakat apapun. Jejak pemikiran ini dapat dilacak sejak munculnya Muhammadiyah dan Masyumi. Kelompok ini, sejak awal 1990-an cukup kuat mewarnai arus pemikiran keislaman di berbagai kampus utara di Jawa.
Selain Willam Liddle, Moeslim Abdurrahman pun mengonstruksikan tiga corak pemikiran Islam yang berkembang selama ini.
      Pertama, Modernisasi Islam, yaitu pemikiran yang bertolak dari pengembangan pesan Islam dalam konteks perubahan sosial. Untuk pengembangan pesan Islam itu dilakukanlah usaha liberalsasi pemikiran yang bersifat adaptif terhadap kemajuan zaman, tanpa harus meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif dari proses modernisasi.
      Kedua, Islamisasi yaitu gerakan pemikiran yang cenderung mengganti teks dalam rangka perubahan sosial. Disitu, para intelektual Muslim mencoba merumuskan ukuran-ukuran normatif didalam bebagi bidang kehidupan seperti ilmu, sistem ekonomi, busana, dan pendidikan sehingga ditemukan corak yang lebih “khas Islami”.
      Ketiga, teologi transformatif, yaitu kelompok pemikiran yang menaruh perhatian besar terhadap persoalan keadilan dan ketimpangan yang muncul dalam proses pembangunan bangsa saat ini. Bagi mereka, semua persoalan peradaban manusia sekarang ini berpngkal dari ketimpangan sosial-ekonomi karena masyarakat masih didominasi oleh struktur yang tidak adil.
      Hal senada diungkapkan oleh Abdurrahman Wahid dalam “Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia”, juga dalam risalah kecil, “Peranan Umat dalam Berbagai Pendekatan”. Distu, beliau membagi tiga corak pemikiran Islam yang berkembang dewasa ini.
      Pertama, pendekatan alternatif , yaitu pendekatan yang memandang bahwa Islam merupakan sistem nilai ang lengkap dan menjadi alternatif bagi sistem nilai yang ada sekarang. Tidak jadi soal, apakah alternatifnya bersifat struktural, seperti kasus di Iran atau bersifat kultural, seperti kasus di Arab Saudi dan Pakistan.
      Kedua, pendekatan budaya, yaitu geraka pemikiran Islam yang menitikberatkan pada usaha-usaha pembudayaan, enlightenment, dan pencerahan niali-nilai Islam terhadap masyarakat muslim. Bagi pendekatan ini, yang terpenting bukanlah struktur, apakah itu model barat atau model Islam seperti di Iran ; juag tidak peduli apakah partai Islam atau bukan. Akan tetapi, yang terpenting adalah bagaimana orang-orang islam dibudayakan lewat nilai-nilai Islam, sehingga terbentuk kehidupan Islami.
      Ketiga, pendekatan sosial-budaya yaitu gerakan pemikiran islam yang menekankan pada usaha perubahan kelembagaan atau institusi-institusi yang ada kepada acuan islam, tanpa menjadikan islam sebagai alternatif kelembagaan. Pendekatan ini meneriam perlunya proses pembudayaan Islam. akan tetapi, sosialisasi Islam tanpa adanya perubahan kelembagaan atau strukturisasi bukan diangkat dari nilai-nilai normatif Islam, melainkan pada nilai inspiratifnya. Struktur yang terbentuk nanti bukanlah bersifat alternatif atau legal formalistik, melainkan bersifat terbuka dan fleksibel. Menurut corak pemikiran ini, yang penting bagaimana nilai-nilai inspiratif Islam dapat masuk struktur tersebut. Nilai demokrasi, keadilan sosial, dan kedaulatan hukum misalnya adalah nilai-nilai inspiratif yang dinilai bersumber darinorma Islam. tampaknya, dalam konteks penddekatan sebagaimana yang dilontarka Abdurrahman Wahid inilah, letak pentingnya usaha transformasi.
      Abdurrahman Wahid menunjuk M. Amien Rais sebagai model yang percaya akan pendekatan alternatif. Nurcholish Madjid dipandang sebagai peletak model pendekatan budaya. Sementar itu Moeslim Abdurrahman dianggap sebagai yang memperjuangkan pendekatan sosial budaya. Dari semua pendekatan ini, menurut Abdurrahman Wahid, ketiga-tigany mempunyai faliditas. Masyarakat Indonesia tidaka dapat dicetak dengan satu model saja sebab satu model itu tidak dapa menjawab segalanya. Persoalannya adalah bagaimana masing-masing pendekatan dapat saling berdialog secara terbuka, tanpa harus mengubah kawannya.
      Pola-pola tersebut pada dasarnya, yang diungkapkan para pemikir Islam Indonesia adalah suatu usaha untuk mencari formula dalam menyikapi perkembangan persoalan yang dihadapin masyarakat Indonesia. Denag demikian diharapkan dari berbagai pola yang diajukan dapat tercipta solusi kehidupan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Sebab, Islam adalah agama yang sesuai untuk segala situasi dan zaman.(Wahid.1990:193)
1.      Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama (NU) berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 di Jawa Timur.Organisasi ini merupakan wadah para ulama di dalam tugas memimpin Islam menuju cita-cita Izzul Islam Muslimin (kejayaan Islam dan umatnya).
Nahdlatul Ulama (NU) dapat berkembang dengan cepat sebagai organisasi Islam yang berskala nasional. Hal itu ditunjang oleh kenyataan bahwa NU lahir di Jawa Timur yang selama berabad-abad menjadi pusat perkembangan pesantren dan tarekat di Indonesia.Banyak para ulama besar dari berbagai daerah yang berasal dari pesantren di Jawa Timur.Mereka memiliki rasa persaudaraan seperguruan dengan pemimpin pesantren yang terdapat di Jawa Timur.
Nahdlatul Ulama (NU) mengorganisasi lembaga pesantren dan gerakan tarekat dalam dua wadah organisasi nasional.Organisasi tersebut adalah Jam'iyyah Rabbitah al-Ma'ahid (organisasi ikatan pondok pesantren) yang menghimpun pesantren dan Jam'iyyah Thariqah al-Mu'tabarah an-Nahdiyyah (organisasi tarekat sah) untuk organisasi tarekat.Dengan demikian organisasi tradisional yang berkembang di daerah-daerah pada umumnya dapat dihimpun dan menginduk ke Nahdlatul Ulama (NU).
Pada mulanya Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan.Namun pada tahun 1945 Nahdlatul Ulama mulai bergerak dalam bidang politik dengan menggabungkan diri dalam partai Masyumi.Pada Muktamar ke-19 di Palembang tanggal 1 Mei 1952, Nahdlatul Ulama menyatakan keluar dari partai Masyumi dan menjadikan dirinya sebagai partai politik (Partai Nahdlatul Ulama).Kemudian pada tahun 1973, Partai NU dan partai-partai Islam lainnya, seperti PSII, Parmusi, dan Perti memfusikan kegiatan politiknya ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dalam perkembangan selanjutnya NU kembali menjadi Jam'iyyah atau organisasi keagamaan hingga sekarang
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara.Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU. (Rasyad, 1986)

2.      Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya.Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa.Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah.Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air. Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. Sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah.  Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.

Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan).Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.

Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
(Rasyad, 1986)
3.      Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
LDII, merupakan organisasi kemasyarakatan yang independen, resmi dan legal yang mengikuti ketentuan UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Pasal 9, ayat (2), tanggal 4 April 1986 (Lembaran Negara RI 1986 nomor 24), serta pelaksanaannya meliputi PP No. 18 tahun 1986 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1986 dan Aturan hukum lainnya. LDII, memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Program kerja dan pengurus mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat desa. LDII sudah tercatat di badan kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat (Bakesbang & Linmas) departemen dalam negeri. LDII merupakan bagian komponen Bangsa Indonesia yang berada dalam negara kesatuan republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 45.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) berdiri sesuai dengan cita-cita para ulama perintisnya yaitu sebagai wadah umat Islam untuk mempelajari, mengamalkan dan menyebarkan ajaran Islam secara murni berdasarkan Alquran dan Hadis, dengan latar belakang budaya masyarakat Indonesia, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pertama kali berdiri pada 3 Januari1972 di Surabaya, Jawa Timur dengan nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI). Pada Musyawarah Besar (Mubes) tahun 1981 namanya diganti menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI), dan pada Mubes tahun 1990, atas dasar Pidato pengarahan Bapak Sudarmono, SH. Selaku Wakil Presiden dan Bapak Jenderal Rudini sebagai Mendagri waktu itu, serta masukan baik pada sidang-sidang komisi maupun sidang Paripurna dalam Musyawarah Besar IV LEMKARI tahun 1990, selanjutnya perubahan nama tersebut ditetapkan dalam keputusan, MUBES IV LEMKARI No. VI/MUBES-IV/ LEMKARI/1990, Pasal 3, yaitu mengubah nama organisasi dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat LEMKARI yang sama dengan akronim LEMKARI (Lembaga Karate-Do Indonesia), diubah menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia. (Rasyad, 1986)
4.      Ahmadiyah
Jemaat Ahmadiyah adalah suatu gerakan dalam Islam yang didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as.pada tahun 1889, atas perintah Allah Ta'ala. Ahmadiyah bukanlah suatu agama.Agamanya adalah Islam .Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi Kalimah Syahadat "Laa ilaha Illallah, Muhammadur-rasulullah".Jemaat Ahmadiyah bersaksi bahwasanya tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu adalah rasul Allah.
Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi kitab suci Al-Quran sebagai Kitab Syariat terakhir yang paling sempurna, hingga kiamat. Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi Sayyidina Muhammad Mustafa Rasulullah shallallahu alaihi wa'aalihi wassallam sebagai Khataman-nabiyyiyn yang merupakan penghulu dari sekalian nabi dan nabi yang paling mulia.Beliau adalah nabi pembawa syariat terakhir.Penutup pintu kenabian tasyri'i. Tidak ada lagi nabi pembawa syariat baru sesudah Rasulullah saw..
Nama Ahmadiyah berasal dari nama sifat Rasulullah saw. -- Ahmad (yang terpuji). Yakni yang menggambarkan suatu keindahan/kelembutan. Zaman sekarang ini adalah zaman penyebar-luasan amanat yang diemban Rasulullah saw. dan merupakan zaman penyiaran sanjungan pujian terhadap Allah Ta'ala. Tujuan Jemaat Ahmadiyah adalah Yuhyiddiyna wayuqiymus-syariah.Menghidupkan kembali agama Islam, dan menegakkan kembali Syariat Qur'aniah. Dalam arti yang lebih mendalam adalah untuk menghimbau ummat manusia kepada Allah Ta'ala dengan memperkenalkan mereka sosok sejati Rasulullah saw., dan menciptakan perdamaian serta persatuan antar berbagai kalangan manusia. Ahmadiyah berusaha menghapuskan segala kendala yang timbul karena perbedaan ras dan warna kulit sehingga umat manusia dapat bersatu dan mengupayakan perdamaian semesta.
Kami beriman bahwa Allah itu Mahaesa dan tidak mempunyai sekutu dalam zat-Nya maupun dalam sifat-sifat-Nya, dan tidak dilahirkan maupun melahirkan.Dia bebas dari segala jenis kekurangan dan kelemahan dan sempurna di dalam segala sifat-Nya.Dia mengabulkan doa-doa para hamba-Nya dan membantu mereka dalam memenuhi segala keperluan mereka.Nikmat-nikmat-Nya, baik secara materi ataupun rohani, tidak terbatas, dan tidak hanya dilimpahkan kepada suatu bangsa atau kaum tertentu.Jemaat Ahmadiyah menganggap sebagai kewajibannya untuk mengimbau umat manusia menerima Tauhid Ilahi, sebab, penerimaan Tauhid Ilahi dapat mewujudkan perdamaian dan persatuan diantara umat manusia.
Kami percaya bahwa semua agama besar pada awalnya mempunyai landasan kebenaran dan masih mengandung banyak nilai keindahan.Kami menolak dan menyangkal sikap yang menyatakan bahwa tidak ada agama selain agamanya sendiri yang mengandung suatu kebenaran atau nilai keindahan.Kendatipun demikian, kami menganggap sebagai kewajiban kami untuk mengumandangkan bahwasanya Islam mengandung tuntunan Samawi dengan bentuknya yang utuh dan sempurna guna membimbing umat manusia mencapai hubungan kedekatan dengan Allah Ta'ala.
Kami menjunjung tinggi kebebasan suara hati lebih dari segala kemerdekaan dan sebagai hak-hidup setiap makhluk manusia.Kami memandang tidak ada dosa yang begitu keji seperti tindakan paksa atau kekerasan dalam urusan agama.Kami memandang haram untuk berperang atau memerangi pemerintah atau bangsa yang memberi kemerdekaan penuh kepada penyuaraan kata hati dan agama orang-orang yang menghuni wilayah-wilayahnya.Kami memandang orang-orang Islam yang mensahkan perang disebabkan perbedaan dalam urusan agama adalah sebagai kesalahan besar dalam memegang akidah yang sama-sekali tidak sesuai dengan jiwa agama Islam yang hakiki ini. Kami menganggap sebagai kewajiban agama yang pokok untuk mentaati sepenuhnya undang-undang dan peraturan pemerintah tempat kami bernaung.Kami memandang pemberontakan dan pembangkangan terhadap pemerintah yang berkuasa sebagai sesuatu yang sama-sekali tidak dibenarkan dan bertentangan dengan ajaran Islam.Kami memegang prinsip ini dengan seteguh-teguhnya dimana pun kami berada.
Kami percaya bahwa janji Tuhan yang diberikan-Nya kepada umat manusia melalui semua agama besar mengenai turunnya seorang nabi di akhir zaman telah menjadi kenyataan di dalam diri Hz.Mirza Ghulam Ahmad as., pendiri Jemaat Ahmadiyah. Beliau adalah Almasih yang ditunggu-tunggu oleh umat Kristen; Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam; dan Krishna yang dinanti-nantikan oleh umat Hindu.
Hz.Mirza Ghulam Ahmad berasal dari suatu rumpun keluarga yang merupakan pendatang dari Samarqand, sebuah kota di Asia Tengah. Nenek-moyang beliau hijrah dari Samarqand menuju Punjab, India pada awal abad keenambelas, di masa kekuasaan Emperor Babar dari Dinasti Moghul.Mereka memohon untuk dapat berkhidmat kepada dinasti tsb.dan mendapat kepercayaan di kawasan Punjab. Beliau adalah keturunan dari Haji Barlas, yang merupakan paman Amir Timur.Timur berasal dari suku Barlas yang terkenal dan yang menguasai kawasan Kish selama 200 tahun. Kawasan ini pada zaman dahulu dikenal dengan nama Sogdiana, yangmana ibukotanya adalah Samarkand. Mereka adalah suku yang berakar dari Persia.Kata Samarkand itu sendiri berasal dari Bhs.Farsi. Barlas juga demikian, artinya: pemuda gagah berani dari kalangan terhormat. Mirza Hadi Beg memimpin hijrah dari Samarkand tsb.menuju Punjab, India, dengan membawa rombongan sekitar 200 orang. Mereka membangun sebuah perkampungan yang tidak begitu jauh dari sungai Bias, dan menamakannya Islampur.Emperor Babar memberikan kepada beliau kawasan yang mencakup ratusan perkampungan.Dan beliau ditunjuk sebagai Qazi disana. Sehingga kampung kediaman beliau itu dikenal dengan namaIslampur Qazi. Akhirnya nama ini tinggal Qazi dan lebih dikenal dengan sebutan Qadi yang kemudian menjadi Qadian. (Rasyad, 1986)
C.     Langkah Strategis dalam Menyikapi Pembaharu Islam
Saat ini kadang dalam hal khilafiyyah/furu’iyah, meski masing-masing pihak punya pegangan Al Qur’an dan Hadits, pihak yang lain mencaci yang lainnya. Dari membid’ahkan pihak yang lain, hingga mengkafirkan. Berbagai caci-maki bahkan fitnah dan kebohongan pun dilontarkan. Sungguh jauh dari ajaran Islam.
Sesungguhnya perbedaan pendapat itu hal yang biasa. Di antara Suami-Istri, Kakak-Adik, para Ulama Mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’ie, dan Imam Hambali saja biasa terjadi perbedaan pendapat. Bahkan para Nabi pun seperti Nabi Daud dan Nabi Sulayman dijelaskan Allah dalam Surat Al Anbiyaa’ ayat 78 dan 79 berbeda pendapat. Jika kita saling menghormati, niscaya perbedaan pendapat itu jadi rahmat. Kita bisa hidup rukun dan damai. Tapi jika tidak bisa menerima bahkan mencaci-maki pihak lain, yang jadi adalah pertengkaran, perceraian, bahkan peperangan.
Bagaimana cara Nabi menghadapi perbedaan?
Kecuali menyangkut masalah prinsip akidah dan hal-hal yang sudah qoth’i, Islam dikenal sangat menghargai perbedaan. Nabi Muhammad mencontohkan dengan dengan sangat indah kepada kita semua.
Dalam Shahih al-Bukhari, Volume 6, hadits no.514, diceritakan bahwa Umar ibn Khattab pernah memarahi Hisyam ibn Hakim yang membaca Surat Al-Furqan dengan bacaan berbeda dari yang diajarkan Rasulullah s.a.w. kepada Umar. Setelah Hisyam menerangkan bahwa Rasulullah sendiri yang mengajarkan bacaan itu, mereka berdua menghadap Rasulullah untuk meminta konfirmasi. Rasulullah membenarkan kedua sahabat beliau itu dan menjelaskan bahwa Al-Qur’an memang diturunkan Allah SWT dengan beberapa variasi bacaan (7 bacaan). “Faqra’uu maa tayassara minhu,” sabda Rasulullah s.a.w, “maka bacalah mana yang engkau anggap mudah daripadanya.”

Imam Al-Baihaqi menyebutkan dalam kitab Al-Madkhal bahwa lafadz ini adalah perkataan Al-Qasim bin Muhammad. Demikian juga komentar dari Al-Imam As-Suyuti sebagaimana yang kita baca dari kitab Ad-Durar Al-Mutasyirah, lafadz ini adalah perkataan Al-Qasim bin Muhammad.
Jangankan manusia biasa. Nabi yang dibimbing Allah pun bisa berbeda pendapat dalam memutuskan satu hal. Contohnya di Surat Al Anbiyaa’ ayat 78-79 dijelaskan bagaimana Nabi Daud dan Nabi Sulayman berbeda pendapat dalam memutuskan satu hal:
Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu,
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)[966]; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya.” [Al Anbiyaa’ 78-79]
[966]. Menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. maka yang empunya tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Daud a.s. Nabi Daud memutuskan bahwa kambing-kambing itu harus diserahkan kepada yang empunya tanaman sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. Tetapi Nabi Sulaiman a.s. memutuskan supaya kambing-kambing itu diserahkan sementara kepada yang empunya tanaman untuk diambil manfaatnya. Dan prang yang empunya kambing diharuskan mengganti tanaman itu dengan tanam-tanaman yang baru. Apabila tanaman yang baru telah dapat diambil hasilnya, mereka yang mepunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya kembali. Putusan Nabi Sulaiman a.s. ini adalah keputusan yang tepat.
Jelas orang yang suka mencaci tersebut tidak membaca dan memahami Al Qur’an dan Hadits secara keseluruhan. Cuma sepotong-sepotong sehingga akhirnya pemikirannya jadi ekstrim/sempit dan membuat ribut serta memecah-belah persatuan ummat Islam karena kejahilannya.
Kadang ada kelompok yang menganggap kebenaran hanya 1, yaitu kelompoknya saja sehingga bersikap ekstrim dalam menghadapi perbedaan:
Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah mereka, wahai Rasul Allah?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku.” (HR Abu Dawud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darami dan Al-Hakim).
Padahal berdasarkan contoh-contoh di atas, Nabi dan para Sahabat sangat toleran dalam perbedaan selama belum keluar dari syariat Islam.Mereka menganggap “Kebenaran hanya satu sedangkan kesesatan jumlahnya banyak sekali”. Hal ini berasal dari pemahaman terhadap hadits Rasulullah SAW :
Rasulullah SAW bersabda: “Inilah jalan Allah yang lurus” Lalu beliau membuat beberapa garis kesebelah kanan dan kiri, kemudian beliau bersabda: “Inilah jalan-jalan (yang begitu banyak) yang bercerai-berai, atas setiap jalan itu terdapat syaithan yang mengajak kearahnya” Kemudian beliau membaca ayat :
Dan (katakanlah): ‘Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS Al-An’am 153).
Padahal ayat di atas jika kita lengkapi dengan pemahaman Surat Al Fatihah yang biasa kita baca, itu adalah Jalan Islam (orang-orang yang diberi nikmat Allah). Bukan jalan orang yang dimurkai Allah (Yahudi) dan bukan pula jalan orang yang sesat (Nasrani).
Dalam tradisi ulama Islam, perbedaan pendapat bukanlah hal yang baru. Tidak terhitung jumlahnya kitab-kitab yang ditulis ulama Islam yang disusun khusus untuk merangkum masalah perbedaan pandangan. Kitab Al Mughni karya Imam Ibnu Qudamah, adalah sebuah kitab yang menyangkut berbagai pandangan dan mazhab dalam bidang hukum Islam. Bahkan tak hanya berlaku masalah hukum saja. Juga menyangkut tafsir, ulumul qur’an, syarh hadits, ulumul hadits, tauhid, usul fiqh, qawa’id fiqhiyah, maqashidus syariah, dan lain-lain.Para Imam Madzhab seperti Imam Malik, Imam Syafi’ie, Imam Hanafie, dan Imam Hambali berbeda pendapat. Namun mereka tidak saling membid’ah atau menganggap sesat yang lain. Begitu pula para pengikutnya.
Dalam khasanah Islam, para ulama salaf dikenal dengan sikap kedewasaan, toleransi, dan objektivitasnya yang tinggi dalam menyikapi perbedaan. Ucapan Imam Imam Syafi’i yang sangat masyhur sebagi bentuk penghormatan perbedaan pada pihak lain adalah, “Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.”
Kalau sekarang kan jangankan beda madzhab. Dalam satu sekte aliran itu pun saat beberapa ulamanya berbeda pendapat, mereka saling memaki dan menyebut yang lain sebagai “Ular” segala macam. Bagaimana kita bisa temukan akhlak Islam yang mulia dari mereka?
Adab Berbeda Pendapat dalam Islam
 Jika tidak disikapi dengan tepat dan bijaksana, tidak menutup kemungkinan akan melahirkan perpecahan, permusuhan, dan bahkan kehancuran. Karena itu, Islam memberi arahan bagaimana cara menghadapi perbedaan pendapat di antara kita semua. Di bawah ini adalah adab-adab yang harusnya dilakukan kaum Muslim;
1.      Ikhlas dan Lepaskan Diri dari Nafsu
Kewajiban setiap orang yang berkecimpung dalam ilmu dan dakwah adalah melepaskan diri dari nafsu tatkala mengupas masalah-masalah agama dan syariah. Mereka hendaknya tidak terdorong kecintaan mencari ketenaran serta menonjolkan dan memenangkan diri sendiri. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, orang yang mencari ilmu karena hendak mendebat para ulama, melecehkan orang-orang yang bodoh, atau untuk mengalihkan perhatian manusia pada dirinya, maka dia tidak akan mencium bau surga (Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah).
2.      Kembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
Ketika terjadi perbedaan pendapat, hendaklah dikembalikan pada Kitabullah dan Sunnah Rasul. Keduanya dijadikan sebagai ukuran hukum dari setiap pendapat dan pemikiran. “…Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Hadits).” (An-Nisaa’: 59).
3.      Tidak Menjelekkan
Masing-masing tetap mempunyai hak yang tidak bisa dihilangkan dan dilanggar, hanya karena tidak sependapat dalam suatu masalah. Di antara haknya adalah nama baik (kehormatan) yang tidak boleh dinodai, meski perdebatan atau perbedaan pendapat semakin meruncing. Wilayah pribadi seperti itu tidak boleh dimasukkan dalam materi perbedaan.
4.      Cara yang Baik
”…Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125).
Berdialog harus dengan cara yang baik (menarik) sehingga bisa mendapatkan simpati dan lawan bicara mau mendengarkan kebenaran yang dibawa. Cara seperti ini terhindar dari sikap yang keras dan kaku, jauh dari perkataan yang menyakitkan dan mengundang antipati.
Penyeru kebenaran adalah orang yang mementingkan dakwah, bukan kepentingan pribadi. Jika bersikap keras dan kaku, berarti telah mementingkan nafsu pribadi sehingga berakibat orang menjauh dari dakwahnya.
5.      Mendalami Nash Syariah dan Pendapat Ulama
Agar dapat keluar dari khilaf dengan membawa hukum yang benar, maka semua nash syariah yang berkaitan dengan masalah itu harus dihimpun. Dengan demikian, persoalan yang umum bisa dijelaskan dengan yang khusus, yang global bisa diperjelas dengan yang terinci, serta yang kiasan bisa dijelaskan dengan yang gamblang.
6.      Bedakan antara Masalah yang Sudah Di-Ijma’ dan yang Diperselisihkan
Masalah-masalah yang sudah di-ijma’ (disepakati) sudah tidak perlu lagi diperdebatkan dan dipertanyakan. Komitmen kepadanya merupakan keharusan agama, seperti halnya terhadap Al-Qur’an dan Hadits.
Orang yang mencari kebenaran kemudian salah, berbeda dengan orang yang memang sengaja mencari kebatilan lalu dia mendapatkannya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap memberikan satu pahala bagi hakim yang memutuskan perkara hukum, namun salah, karena niat dan keinginannya untuk mendapatkan kebenaran. Dan Allah tidak membebankan kewajiban kepada manusia kecuali berdasarkan kemampuannya. (Al-Baqarah: 286). Wallahu Ta’ala a’lam.
Nabi saw. bersabda, “Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bidah sesudah aku (Rasulullah saw.) tiada, maka tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak (citra) Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bidah mereka. Dengan demikian, Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat.” (HR Ath-Thahawi).
“Dikatakan kepada Nabi saw: “Ya Rasulullah, sesungguhnya fulanah menegakkan salat lail, berpuasa di siang harinya, beramal dan bersedekah (tetapi) ia menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Bersabda Rasulullah saw., “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka.” Berkata (perawi), “Sedangkan fulanah (yang lain) melakukan salat maktubah dan bersedekah dengan benaja kecil (tetapi) dia tidak menyakiti seseorang pun.” Maka bersabda Rasulullah saw., “Dia termasuk ahli surga.” (Silsilah Hadits as-Shahihah, no. 190).
Memang Allah memerintahkan kita untuk bersatu. Jika berselisih tentang sesuatu, hendaknya kita kembali pada Al Qur’an dan Hadits. Para ulama hendaknya melakukan Ijma’ untuk memutuskan hal yang diperselisihkan.
Namun jika terjadi perbedaan pendapat juga akibat beda dalam menafsirkan Al Qur’an dan Hadits, hendaknya tidak saling cela/hina karena itu diharamkan Allah [Al Hujuraat 11-12]. Sebab kadang perbedaan tak bisa dihindarkan sehingga para Nabi saja seperti Nabi Daud dan Nabi Sulayman bisa berbeda pendapat [Al Anbiyaa’ 78-79] demikian pula para sahabat dan para Imam Mazhab. Mereka semua sangat faqih dalam memahami Kitab Suci dan Hadits.
Jika kita karena perbedaan tersebut mencela sesama Muslim dengan sebutan Ahlul Bid’ah, Sesat, Kuffar, Musyrik, dsb sementara Jumhur Ulama tak berpendapat demikian, maka kitalah yang sesat (Nashir,2001).



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Perkembangan dalam teknologi dan ilmu pengetahuan yang dibawa oleh orang-orang Barat telah memasuki Islam di awal abad sembilan belas. Dari kontak dengan dunia Barat inilah muncul ide-ide baru dalam islam, contohnya seperti, rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya, tidak terkecuali orang-orang islam di Timur tengah. Sebagaimana halnya di Barat, di dunia Islam pun timbul aliran-aliran dan gerakan-gerakan untuk menyesuaikan faham-faham Islam yang ditimbulkan dari budaya barat tersebut.
2.      Gelombang gerakan pembaharuan pemikiran islam Indonesia dapat dilacak akar sejarahnya dengan munculnya gerakan Padri di Sumatera Barat. Gerakan ini, dalam beberapa tingkat, cukup radikal sehingga menimbulkan benturan keras dengan kaum adat. Akibatnya,konfli kaum padri dengan kaum adat tidak dapat dielakkan.
Di indonesia muncul gerakan-gerakan pembaharuan, seperti Muhammadiyah, persis dan gerakan-gerakan lain yang tumbuh pada awal abad XX, yang berusaha untuk memurnikan ajaran islam dari beban-beban kultural agam yang berupa takhayul, khurufat dan bid’ah. Gerakan-gerakan ini melakukan reaktualisasi ajaran islam untuk memasuki zaman baru, yakni zaman industrialisasi. Gerakan pembaharuan pada fase yang pertama ini menjadi persiapan awal agar umat islam dapat berpikir lebih rasional untuk menyambut datangnya masyarakat industrial inilah, umat islam memasuki periode kedua, yaitu zaman noetekhnik.
3.      Langkah strategis kita dalam menyikapi pembaharuan islam antara lain :
a.       Ikhlas dan Lepaskan Diri dari Nafsu.
b.      Kembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
c.       Tidak Menjelekkan.
d.      Cara yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125).
e.       Mendalami Nash Syariah dan Pendapat Ulama.
f.        Bedakan antara Masalah yang Sudah Di-Ijma’ dan yang Diperselisihkan.














Daftar Pustaka
Ghazali,Muchtar,Adeng.(2005). Perkembangan Ilmu Kalam, Bandung; pustaka setia.
Hanafi,A.(1977).Theology Islam (Ilmu Kalam),  Jakarta; Bulan Bintang
Kuntowijoy.(1996). Paradigma Islam,Bandung : Mizan
Nasution, Harun.(1972). Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
Jakarta; Universitas Indonesia Pers
Nasution, Harun.(1975). Perkembangan aliran-aliran pembaharu Islam, Malang;
UIN Malang Pers
            Nashir,Muhammad.(2001). Aliran-aliran dan Sejarah Islam, Bandung; Pustaka Setia
Qodir,Abdul.(2005). Jejak langkah pembaharuan pemikiran Islam.Bandung : Pustaka
Setia
Rasyad,Aminudin.(1986). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta; IAIN
Jakarta Perss
Salihun,Nasir A.(2010). Pemikiran Kalam(teologi islam), Jakarta; Rajawali Pers.
Said,Bustomi M.(1995). Gerakan pembaharuan agama, antara moderenisasi dan
Tadjdidudin, Bekasi : Wacana Zuardi Amanah
Wahid, Abdurrahman,(1990), Kontroversi Pemikiran di Indonesia, Bandung:
Rosdakarya



LAMPIRAN


Pertanyaan :
1.      Mengapa bisa terbentuknya aliran-aliran islam yang bermula dari politik ?
Oleh : linda
2.      Bolehkah seorang ulama mengijtihadi hanya dari mazhab ulama itu sendiri ?
Oleh : dinda
3.      Bagaimana jika kita berada di sebuah masjid yang banyak terdapat perbedaan paham didalamnya ? dan bagaimana kita menyikapinya ?
Oleh : bilawwal

Jawaban :
1.      Berawal dari soal politik dan akhirnya membentuk sebuah aliran yang pro dan kontra terhadap Ali. Hal ini dikarenakan adanya paradigma yang terjadi pada saat itu dan membuat adanya aliran-aliran dalam islam.
2.      Tidak boleh, karena suatu ijtihad harus diambil dari beberapa pendapat para ulama yang akan disatukan dan diringkas kembali menjadi sebuah ijtihad.

3.      Kita tetap pada pendirian kita. Misalkan, kita akan menjadi imam pada saat solat kita lakukan solat dengan keyakinan kita sendiri tanpa memaksa orang yang berbeda pendapat di belakang kita untuk mengikuti kita. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengamatan Tanaman sri rezeki

Pengamatan Tanaman Mahoni

Laporan Observasi Pengolahan Perak Kota Gede Yojyakarta