makalah aliran pembaharu islam di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam berbagai disiplin ilmu
keislaman, ilmu kalam merupakan suatu objek pembahasan yang mendapat
sorotan dan menjadi perdebatan dikalangan ulama dikarenakan
pemikiran mereka yang beragam namun dibalik semua itu kita sebagai
manusia yang dianugerahi akal sebagai instrumen berfikir oleh Allah
tidak sepatuhnyalah kita saling bercerai -berai karena perbedaan yang lahir
dari kita sendiri. Untuk itu kami disini sebagai yang diamanati tugas
oleh dosen akan mencoba menjelaskan tentang Aliran-aliran pembaharu islam.
Modernisasi
mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah
paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya.membahas
ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami
seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari akidah yang terdapat
dalam agamanya. Mempelajari akidah/teologi akan memberi seseorang
keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat , yang tidak mudah
diombang-ambingkan oleh peredaran zaman. Jelasnya pemakalah akan
membahas mengenai perkembangan aliran-aliran pembaharu islam di timur tengah ,
perkembangan dan langkah strategis .
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
saja aliran-aliran yang perkembang di islam yaitu di timur tengah ?
2. Gimana
cara perkembangan aliran-aliran tersebut ?
3. Gimana
langkah strategis untuk mengikapinya ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
mengetahui sejarah dan aliran-aliran islam
2.
mengetahui cara berkembangnya aliran-aliran tersebut
3.
mengetahui langkah strategis untuk mengikapinya
D.
Metode Penulisan
Metode
penulisan yang kami gunakan untuk mencari sumber-sumber dalam pembuatan makalah
ini adalah dengan cara mengumpulkan data dari buku aliran-aliran sejarah .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Aliran-aliran
pembaharu islam di Timur Tengah
1. Aliran Khawarij
Kaum Khawarij terdiri atas pengikut-pengikut Ali bin
Abi Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap Ali
yang menerima Arbitase sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah tentang
khalifah dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Nama khawarij berasal dari kata
kharaja yang berarti ke luar. Nama itu diberikan kepada mereka, karena mereka
keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa
pemberian nama mereka berasal dari surat An-Nisaayat 100 yang dalamnya disebutkan
: “keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasulnya. Dengan demikian kaum
Khawarij keluar dari kampung halaman mereka untuk mengabdikan diri kepada Alloh
(Nasution,1972 :11).
Gerakan-gerakan
khawarij berpusat di dua tempat yaitu di Bathaih yang mengontrol khawarij yang
berada di Persia dan sekeliling Irak. Serta yang bermarkas di Arab daratan yang
menguasai kaum khawarij yang ada di Hadramaut, Yaman, dan Thaif. Dalam
ketata-negaraan, mereka memang mempunyai paham yang berlawanan dengan paham
yang ada pada waktu itu, merekan lebih bersifat demokratis, karena menurut
mereka Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
Mereka beranggapan bahwa yang berhak menjadi pemimpin bukan hanya kaum Quraiys
saja, bukan hanya orang Arab saja, tetapi semua orang berhak menjadi pemimpin.
Orang yang terp[ilih akan terus bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam,
tetapi apabila mereka menyeleweng dari ajaran Islam mereka wajib dijatuhkan
atau dibunuh.
Ajarannya
dalam aliran Khawarij tidak ada yang namanya dosa kecil. Akan tetapi mereka
menganggap adanya dosa besar seperti syirik, melakukan sihir, membunuh tanpa
hak, riba memakan harta anak yatim. Adapun ajaran pokok dari aliran Khawarij
ini adalah khalifah, dosa serta iman. Berbeda dengan kelompok Syi’ah yang
mempercayai khalifah itu turun-temurun. Tetapi khawarij meyakini bahwa pemimpin
dipilih melalui demokrasi yang bebas.
Perkambangan
orang-orang khawarij mempunyai pandangan yang yang radikal dan ekstrim. Akan
tetapi ada aliran khawarij yang berpaham moderat seperti Al-ibadiyah. Sementara
yang berpemikiran radikal iyalah Al-jaridah mereka tidak mengakui adanya surat
yusuf dalam Al-qur’an serta menghalalkan harta orang yang menentang dengan cara
membunuh serta mereka menghalalkan menikahi cucu perempuan mereka sendiri (Salihun,2010).
Kaum
Khawarij tercepah menjadi beberapa golongan diantaranya :
a.
Al-Mukhamimah
b.
Al-Azariqah
c.
Al-najdat
d.
Al-Sufriyah
e.
Al-ibadah
2.
Aliran Syi’ah
Syi’ah
berarti pengikut. Kata syi’ah berasal dari bahasa Arab yang berarti pengikut.
Mazhab ini pengikut dari khalifah Ali bin Abi Thalib. Selain Ali bin Abi Thalib
mereka tidak patuh kepada khalifah yang lain, karena mereka beranggapan bahwa
selain Ali, khalifah yang lain adalah sebagai perampas. Selain itu mereka juga
mempunyai ulama-ulama tersendiri(Salihun,2010).
Beberapa
kalangan ada yang mengatakan Syi’ah lahir pada masa kekhalifahan Ustman bin
Affan atau pada masa awal ke peminpinan Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu
terjadi pemberontakan terhadap khalifah Ustman bin Affan yang berakhir pada
kesyahidan Ustman dan ada tuntutan umat agar segera membai’at Ali sebagai
khalifah. Tampaknya pendapat yang populer adalah bahwa syi’ah adalah lahir
setelah gagalnya perundingan antara pasukan khalifah Ali bin Abi Thalin dengan
pasukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan di perang siffin yang lazim disebut dengan
at-ahkim. Akibat dari kegagalan itu sejumlah pasukan ali ada yang tidak setuju
dan keluar dari golongan Ali yang mashur dengan golongan Khawarij. Sementara
yang setuju dengan Ali disebut dengan golongan Syi’ah (pengikut Ali).
Istilah
Syi’ah pada era kehalifahan bermakna pembelaan dan dukungan politik. Syi’ah Ali
muncul pertama pada masa ke khalifahan Ali dan bisa juga di sebut dengan
pengikut setia Ali yang pada saat itu melawan pihak mu’awiyah .pada saat itu
Syi’ah bersifat kultural bukan bercorak
aqidah seperti sekarang. Orang-orang syi’ah beranggapan bahwa Ali bin Abi
Thalib lebih baik dari sahabat yang lain seperti Abu Bakr, Umar dan ustman,
bahkan ada yang tidak menganggap mereka sebagai khalifah.
Seiring
dengan perkembangan zaman syi’ah pun muncul menjadi sebuah pemahaman, hingga
saat ini syi’ah terpecah menjadi golongan-golongan, ada diantara mereka yang
ektrim dan yang tidak ekstrim (MUI dkk, 2013).
3. Aliran Murji’ah
Sebagaimana halnya dengan kaum Khawarij, kaum murji’ah
pada mulanya ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan khalifah
yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah Ustman bin Affan mati
terbunuh. Seperti telah dilihat, kaum Khawaruj awalnya menyokong Ali tetapi
mereka berbalik menjadi musuhnya. Karena adanya pertentangan pada aliran ini
penyokong yang setia membela Ali akhirnya mereka merupakan satu golongan lain
yang kita kenal dengan aliran Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah timbul suatu
golongan baru yang bersikap netral tidak mau turut serta dalam pertentangan
ini. Bagi mereka para sahabat-sahabat yang bertentangan itu merupakan
orang-orang yang tidak bisa dipercayai. Oleh karena itu mereka tidak
mengeluarkan pendapat siapa yang benar dan mana yang salah, mereka memandang
lebih baik menunda, oleh karena itu aliran ini dinamakan kaum Murji’ah yang
berasal dari kata (arja’a) yang berarti menunda (Nashution.1972).
Sewaktu
pemerintahan islam pindahkekuasaan ke Damaskus maka kuranglah ketaatan yang
terjadi di kalangan bani Umayah. Bani
Umayah pada saat itu bersikap kejam. Kaum Mujri’ah pada saat itu membela bani
Umayah yang berperilaku kejam. Mengapa ?, karena mereka beranggapan bahwa baik
buruknya seseorang hanya Allah yang menilai. Hal ini sangat menguntungkan baani
Umayah karena paham ini menjadikan kecil kemungkitan untuk menentang bani
Umayah.
Yang
menjadi asas ajaran aliran Murji’ah adalah batasan pengertian iman. Menurut
mazhab ahlus sunnah wal jamaah iman itu terdiri dari tiga unsur yaitu
membenarkan dengan niat, mengikrarkan dengan lisan dan perbuatan seperti
shalat, puasa, zakat dan lain-lain. Bererbeda dengan kaum murji’ah ini yang
mana mereka berpendapat bahwa arti iman menurut bahasa adalah membenarkan
dengan hati saja. Barang siapa yang meyakini bahwa dengan hati mereka adalah
seorang muslim. Adapun perbuatan baik atau buruknya Alloh yang menilai. Aliran
ini mulanya timbul di Damaskus pada akhir abad pertama hijriyah. Dinamakan
murji’ah karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum orang
mukmin yang berdosa besar dan belum bertaubat sampai matinya dan orang itu
belum bisa dihukum sekarang (Salihun,2010).
4. Aliran Qadariyah dan Jabariah
Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di
dalamnya manusia sendiri. Selanjutnya tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai
kehendak yang bersifat mutlak. Di sini timbulah pertanyaan sampai dimanakah
manusia sebagai ciptaan tuhan, bergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan
dalam menentukan hidupnya ?ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan
kekuasaan Tuhan mtlak?
Dalam menanggapi pertanyaan seperti ini kaum Qadariyah
berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekkan dan kebebasan dalam hidupnya.
Menurut paham Qadariyah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian nama Qadariyah berasal dari
bahwa manusia mempunyai qudrah atau
kekuatan untuk mewujudkan kehendaknya sendiri dan bukan berasal dari manusia
yang tunduk terhadap kehendak Tuhan atau qadar Tuhan.
Kaum jabariayah sebaliknya, manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini
terikat pada kehendak mulak tuhan. Jadi nama jabariyah berasal dari jabara yang
berarti memakasa. Memang dalam faham ini terdapat faham bahwa manusia
mengerjakan perbuatan-perbuatannya karena terpaksa atau adanya kehendak Tuhan.
Ajaran
Qadariyah berasal dari seorang penduduk Irak yang awalnya kristen lalu dia
masuk islam setelah itu dia masuk kristen kembali. Dari sinilah ma’bab al-Jundi
dan Gailan ad-Damski mengambil pemikirannya.berbada dengan Qadariyah paham
jabariyah ini mengajarkan bahwa semua gerak-gerik perbuatan manusia itu Allah
yang melakukan. Baik atau buruk itu semua berasal dari Allah, walaupun nantinya
balasan surga atau neraka akan mereka terima. Apabila kitra melakukan shalat
maka Alloh lah yang melakukannya, dan apabila kita mencuri maka Alloh juga lah
yang melakukannya, inilah paham dari aliran Jabariyah. Mayoritas kaum muslimin
menolak paham Jabariyah tersebut karena menyebabkan seseorang menjadi malas.Pendapat-pendapat
Jabariyah dan Mu’tazilah banyak mempunyai kesamaan, misalnya tentang sifat
Alloh, surga dan neraka yang tidak kekal, Al-qur’an sebagai makhlukdan kita
tidak bisa melihat Alloh di akhirat kelak.
Daerah
munculnyapun tidaklah berjauhan, yaitu di Persia dekat dengan munculnya
Qadariyah di Irak. Ajaran aliran ini banyak memiliki persamaan dengan aliran
Qurra’ agama yahudi dan aliran Ya’cubilah agama kristen. Ringkasnya bahwa
orang-orang Jabariyah itu tidak mempunyai ikhtiar, merupakan kebalikan dari
paham Qadariyah. Mereka beranggapan bahwa gerak-gerik manusia karena adanya
paksaan dari Alloh (Nasution,1972).
5.
Aliran Mu’tazilah
Kaum
Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan yang dibawa kaum Kwarij dan
Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memaknai akal sehingga mendapat nama
“kaum rasionalis islam”.
Berbagai
analisa yang dimajukan tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada mereka. Uraian
yang biasa disebut buku-buku ilmu kalm, golongan kaum mu’tazilah prtama ini
mempunyai corak politik. Dan kelompok Mu’tazilah yang kedua adalah golongan
yang ditimbulkan Wasil, juga mempunyai corak politik karena mereka sebagai kaum
Khawarij dan kaum Murji’ah juga membahas praktek-praktek politiuk yang
dilakukan Ustman, Ali dan Mu’awiyah. Perbedaan antara mereka adalah kaum
Mu’tazilah menambahkan persoalan teologi dan filsafat kedalam ajaran mereka
(Nasution,1972).
Aliran
mu’tazilah ini mempunyai dua
pusat pergerakan yaitu :
a.
Di Bashrah : pada
permulaan abad 6 H, dipimpin oleh Washil bin Atho’dan Amr bin ubaid serta
diperkuat oleh muridnya.
b.
Di
baghdad : di pimpin oleh Basyar bin al-mu’tamar dibantu oleh Abu Musa al-murda,
Ahmad bin Dawud.
Ajaran-ajaran Mu’tazilah didukung oleh penguasa bani
umayah, khalifah-khalifah bani Abasiyah serta memunculkan ulama-ulam yang
terkenal. Mu’tazilah berkembang pesat dan mempunyai sistem yang menonjolkan
akal pikiran. Oleh karena itu mereka dinamakan rasionalisme islam. Mu’tazilah
banyak terpengaruh oleh paham orang yahudi.AjaranMu’tazilah banyak terpecah
menjadi 22 aliran, namun aliran-aliran tersebut mempunyai 5 prinsip ajaran
diantaranya (Ghazali,2005):
a.
Tauhid
b.
Keadilan
c.
Janji
dan ancaman
d.
Tempat
diantara dua tempat
e.
Amr
ma’ruf nahi munkar
6. Ahlus Sunnah wal Jamaah
Istilah ahlus sunnah wal jamaah berasal dari kata-kata
yaitu: Ahl berati golongan atau pengikut, Sunnah berarti perbuatan nabi
Muhammad atau sunnah nabi Muhammad, Wal berarti serta atau disertai, Jamaah
berarti sahabt rasulullah SAW. Jadi bisa disimpulkan bahwa istilah ahlus sunnah
wal jamaah adalah golongan golongan yang senantiasa mengikuti sunnah beliau.
Orang-orang yang bermazhab ini megikuti ajaran nabi Muhammad yang dicontohkan
dari hadist-hadist beliau dan mengacu
pada al-qur’an. Rasulullah bersabda dalam hadistnya, umat islam akan
terpecah-belah menjadi 73 golongan tetapi satu yang akan selamat dari api
neraka yaitu golongan yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah dan
ajaran beliau. Dari ciri-ciri ini golongan ahlus sunnah wal jama’ah lah yang
yang mengikuti sunnah beliau. Tetapi lagi-lagi ulama banyak yang berbeda
pendapat dalam menafsirkan hadist-hadist dan al-qur’an .pada intinya paham dari
mazhab ini adalah dengan berpegang teguh pada Al-qur’an dan Al-hadist meski banyak
ulama yang berbeda pendapat dalam menafsirkannya (Salihun,2010).
Diantara
para ulama yang berbeda pendapat itu adalah :
a.
Jumhur al-Umayah al-Islamiyah(mayoritas
umat islam)
b.
Jama’iyah(umat terbesar)
c.
Al-sawad al-A’dam(kelompok besar)
d.
Al-salaf al-Shalih(para ulama terdahulu)
e.
Ahl al-Haq(golongan yang hak/benar)
f.
Ahl al-Hadist
7. salaf
Mazhab
Salaf adalah pengikut dari aliran Hambali yang muncul pada abad 4 H. mereka
beranggapan bahwa Imam Ahmad bin Hambal telah menghidupkan dan mempertahankan
pendrian ulama-ulama salaf. Karena ulama-ulama salaf telah memotifasi gerakan
orang-orang hanabillah maka orang-orang hanabillah berpemahaman salaf. Pada
abad ke 7 H gerakan salaf memperoleh kekuatan baru dengan datangnya Ibnu
Taimiyah yaitu seorang ahli filsafat. Dia mempunyai lebih dari 300 karangan
buku. Dan dia juga berpendapat bahwa berziarah ke makam nabi-nabi hukumnya
tidak wajib. Paham salam yamh dikembangkan Ibnu Taimiyah banyak menuai
kritikan. Walau, sebelumnya kepercayaan-kepercayaan tersebut telah menjadi
kepercayaan orang-orang hanabiyah .orang-orang hanbiyah titak mengakui bahwa
paham salaf Ibnu Taimiyah merupakan aqidah salaf.
8.
Wahabiyah
Wahabiyah
adalah sebuah paham yang mengikuti pikiran Imam Ahmad bin Hambal yang
ditafsirkan Ibnu Taimiyah. Mereka menganggap mereka adalah dari kalangan
ahlussnah. Tetapi gerakan wahabi ini cenderung keras, ini yang banyak
menimbulkan kritik kepada gerakan ini. Nama Wahabiyah sendiri berasal dari
berasal dari pendirinya yaitu Muhammad bin Abdul Wahab. Ada beberapa isu yang
ditekankan sebagai ajaran yang berbeda dengan ajaran islam yang lain
diantaranya adalah: tauhid, tawassul, ziarah kubur, takfir bid’ah, kurafat ,
ijtihad dan taqlid.
Ajarannya
dan derkebangannya, Wahabi sangat menolak keras adanya takhayyul, bid’ah dan
kurafat. Mereka juga menolak keras tawassul dengan alasan ibadah harus merujuk
kepada ucapan dan tindakan secara lahir dan batin yang dikehendaki oleh Allah.
Mereka juga beranggapan bid’ah adalah ajaran yang tidak didasarkan atas
Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW. Ajaran ini merupakan lanjutan dari
mazhab salaf. Paham ini banyak menuai kritikan karena ajarannya yang keras.
Memang tidak semua salah dan tidak semua benar, tetapi dalam melaksanaan amr
ma’ruf sangat lah diperlukan kearifan bukan dengan kekuatan dan kekerasan
(Hanafi,1977).
Perkembangan
dalam teknologi dan ilmu pengetahuan yang dibawa oleh orang-orang Barat telah
memasuki Islam di awal abad sembilan belas. Dari kontak dengan dunia Barat
inilah muncul ide-ide baru dalam islam, contohnya seperti, rasionalisme,
nasionalisme, demokrasi dan sebagainya, tidak terkecuali orang-orang islam di
Timur tengah. Sebagaimana halnya di Barat, di dunia Islam pun timbul
aliran-aliran dan gerakan-gerakan untuk menyesuaikan faham-faham Islam yang
ditimbulkan dari budaya barat tersebut.
Kaum
Orientalis yang mempelajari sejak lama tentang agama Islam dan umat Islam,
mempelajari perkembangan perkembangan modern tersebut. Hasil dari penyelidikan
kaum Orientalis Barat ini segera melimpah ke dunia Islam. Kaum terpelajar
mulailah memusatkan perhatian pada perkembangan modern dalam Islam dan
kata-kata moderenisme pun mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan
sebutan al-tajdid yang berarti pembaruan.
Dalam
garis besarnya sejarah perkembangan islam dibagi menjadi tiga periode besar
yaitu : klasik, pertengahan dan modern. Munculnya aliran-aliran islam di timur
tengah terjadi di periode pertengahan (1250-1800M). Di zaman ini desentralisasi
dan desintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan aliran Sunni dan Syiah
bertambah jelas, demikian juga yang terjadi di Arab dan Persia(Nasution,1975).
B. Perkembangan
Aliran-aliran Pembaharu Islam di Indonesia
Istilah pembaharuan identik dengan moderenisasi, reformasi,
tajdid, dan ishlah. Moderenisasi berasal dari kata modern. Secara etimologi,
modern di artikan terbaru, mutakhir, sedangkan secara terminology berarti
sikap, cara berpikir, serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Adapun
moderenisasi berarti suatu proses pergeseran sikap dan mental suatu warga
masyarakat untuk hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini. Dalam bahasa
Arab moderenisasi sering di artikan tajdid, artinya memperbaharui (pemahaman
terhadap teks agama), sementara pelakunya di sebut dengan mujaddid.
(Bustomi.1995:11)
Sistem pengetahuan umat Islam di Indonesia
dapat dibagi ke dalam dua periode, yaitu periode paleotekhnik atau periode
agraris, dan periode neotekhnik atau periode industrial. Pada periode pertama,
alam pikiran umat islam di Indonesia secara umum bercorak mistis dan magis.
Sebagaimana keterbatasan yang dihadapi oleh masyarakat agraris pada umumnya,
pada saat itu umat Islam mempunyai kemampuan yang terbatas sekali untuk menghadapi
tantangan-tantangan alam dan lingkungan, dan ditengah pembatas semacam inilah,
perkembangna pemikiran islam dalam masyarakat agraris mempunyai corak yang
sangat khas.
Menghadapi zaman baru, yakni masyarakat
industrial yang memiliki sistem pengetahuan rasional dan teknologi baru, tentu
saja pikiran-pikiran yang penuh bid’ah,khurufat dan takhayul, tak dapat
bertahan. Di dunia Islampun, usaha untuk melakukan pemurnian ajaran-ajaran
agama dari pikiran-pikiran mistis dan magis itu telah dimulai pada awal abad
XIX. Akan tetapi, agaknya, gerakan ini baru mencapai momentumnya ketika
gelombang industrialisasi mulai mendesak alam pikiran agraris tersebut.
Di indonesia muncul gerakan-gerakan
pembaharuan, seperti Muhammadiyah, persis dan gerakan-gerakan lain yang tumbuh
pada awal abad XX, yang berusaha untuk memurnikan ajaran islam dari beban-beban
kultural agam yang berupa takhayul, khurufat dan bid’ah. Gerakan-gerakan ini
melakukan reaktualisasi ajaran islam untuk memasuki zaman baru, yakni zaman
industrialisasi. Gerakan pembaharuan pada fase yang pertama ini menjadi
persiapan awal agar umat islam dapat berpikir lebih rasional untuk menyambut
datangnya masyarakat industrial inilah, umat islam memasuki periode kedua,
yaitu zaman noetekhnik.(Kuntowijoyo.1996:279)
Gelombang gerakan pembaharuan pemikiran
islam Indonesia dapat dilacak akar sejarahnya dengan munculnya gerakan Padri di
Sumatera Barat. Gerakan ini, dalam beberapa tingkat, cukup radikal sehingga
menimbulkan benturan keras dengan kaum adat. Akibatnya,konfli kaum padri dengan
kaum adat tidak dapat dielakkan.
Kaum padri mulanya dipelopori oleh tiga
orang tokoh haji, yaitu Haji Masikin, Haji Suanik, dan Haji Piobang yang pulang
adri tanah suci mekkah pada tahun 1803. Ketiga tokoh ini amat dipengaruhi oleh
ajaran wahabiya, karena memang pada saat itu pengaruh gerakan wahabi (gerakan
modern pemurnian islam, pimpinan Muhammad bin Abdul Wahab) di Mekah, amat
signifikan. Ketiga tokoh ini, setibanya di kampung halaman, menyaksikan
sejumlah perilaku amoral dari ketua adat, seperti menyabung ayam, berjudi,
minum arak, dan wanitanya berpakaian tidak sopan tanpa menutup aurat. Oleh
karena itu mereka menentangnya dan melakukan berbagai upaya, yang kemudian
diikuti oleh banyak orang yang dinamakan kelompok Padri.(Qodir.2005:30)
Kaum Padri merupakan kelompok moderenis
dikalangan masyarakatnya. Pamornya semakin meningkat, akibat keberanian mereka
melawan kekuatan kolonial, dengan melakukan perlawanan kepada Inggris di bawah
pemerintahan Raffles tahun 1818 M yang kebetulan saat itu meguasai beberapa
wilayah tanah air (khususnya Minangkabau) sebelum kedatangan Belanda tahun 1821
M. Selanjutnya di bawah pimpinan Datuk Bandaro, kaum Padri mendapat posisi kuat
di Alahan Panjang. Walaupun kaum adat banyak mendapat bantuan dari penjajah
dalam melawan Padri, kekuatan pemimpin-pemimpin Padri cukup dipertimbangankan.
Tuanku Nan Renceh, misalnya terkenal sanagt pemberani dan tidak mengenal
kompromi dengan penjajah.
Setelah grakan Padri, gerakan pembaharuan
di Indonesia terus berkembang, seperti yang tergabung dalam organisasi
Muhammadiyah yang menitikberatkan pada pemberantasan bid’ah, khurufat, dan
pemurnian ajaran Islam, serta perkumpulan jamiat Khair dan Al-irsyad, yang
lebih menekankan aspek pendidikan.
Peta khazanah pembahasan pembaharuan Islam
di Indonesia tidak dapat dilepas dari eksistensi Muhammadiyah dan pendirinya,
K.H. Ahmad Dahlan, yang pada masa kecilnya dikenal dengan sebutan Muhammad
Darwis, lahir di Yogyakarta pada 1868 M, putra dari K.H. Abu Bakar, seorang
khatib masjid Kesultanan Yogyakarta.
Moderenisme masuk ke Indonesia dimasa
peralihan abad tepatnya ketika para mahasiswa Indonesia kembali dari Timur
Tengah, seperti Al-azhar yang merupakan Universitas terkemuka di Kairo, dengan
membawa tulisan-tulisan dan gagasan para sarjana moderni, Al-Azhar yang
kontroversial, semisal Muhammad Abduh.sebagian besar mereka sangat rajin
melakukan perubahan-perubahan yang ditawarkan Muhammad Abduh dibidang teologis
dan pendidikan di tanah air. Oleh karena itu, kemudian muncul kesenjangan
antara kelompok yang optimis dengan tawaran-tawaran moderenisme dan mereka yang
menganggap pembaharuan sebagai bid’ah. Kelompok pertama dikenal sebagai
generasi tua. Masing-masing kelompok berusaha untuk menguangi pengaruh lawan
dan memperbesar pengaruhnya dimasyarakat luas. Kaum muda melalui inisiatif
K.H.Ahmad Dahlan mendirikan organisasi pendidikan kemasyarakatan di Yogyakarta
pada 1912 M yang diberi nama Muhammadiyah. Sementara itu kaum tradisionalis
mendrikan wadah Nahdhatul Ulama (NU) pada 1926 yang dipelopori oleh K.H. Hasyim
Asy’ari, pendiri pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur.
Hingga saat-saat maraknya oposisi kaum
sekularis, petentangan antara kaum modernis dan kaum tua (kaum tradisonalis)
terus berlanjut. Meskipun demikian, pihak kaum tua, yang terkumpul dalam wadah
NU, muncul sebagai pemain politik yang berhasil dimasa Orde lama dan berlanjut
hingga Orde baru.
Sejak tahun 1968 M atau 1967 M, kalangan
muda dalam gerakan Islam cukup sibuk membahas masalah moderenisasi. Ini tampak
dari tulisan-tulisan yang dimuat dikoran mahasiswa, seperti Mahasiswa
Indonesia, Mimbar Demokrasi, Gema Mahasiswa, (terbitan Dewan Mahasiswa UGM),
Harian Kami, Harian Masa Kini yang terbit Yogya dan berbagai majalah kampus
yang cukup banyak jumlahnya.
Gerakan pemikiran baru Islam dikalangan
intelektual muda Islam pada tahun 1970-an itu, merupakan perkembangan radikal
dalam pemikiran politik keagamaan umat Islam pada zaman Orde baru. Gerakan
pemikiran baru itu sendiri tidak saja membicarakan posisi umat Islam, tetapi
juga melibatkan pembicaraan tentang Tuhan, manusia, dan berbagai soal
kemasyarakatan, terutama yang berhubungan dengan persoalan politik umat Islam
serta bagaimana melakukan terobosan-terobosan baik kultural ataupun keagamaan,
untuk mengambalikan daya gerak psikologis (psychological striking force) umat
islam.
Gerakan pemikiran baru itu timbul dari
gagasan-gagasan Nurcholish Madjid yang oleh Kamal Hasan, dilukiskan sebagai
seorang intelektual muda muslim yang berpikiran realistis akomodasionis,
sebagaimana tokoh Islam seniornya Mintaredja. Oleh karena itu, gagasan
pemikiran baru Nurcholis Madjid lebih
bersifat mengelaborasi pikiran-pikiran Islam dalam hubungannya dengan
masalah-masalah modernisasi sosial politik umat Islam Indonesia kontemporer.
Dengan kata lain, berdeba dengan gagasan-gagasan tokoh Islam senior lainnya,
seperti M. Natsir, H.M. Rasyidi, Deliar Noer, Zakiah Daradjat, Mafthuhah Yusuf,
dan sebagainya, pemikiran baru Nurcholish lebih bersifat empirik.
Gagasan pemikiran baru Islam mendapat
bentuknya paling awal ketika Nurcholois Madjdid menuliskan sebuah makalah
berjudul “keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”.
Makalah itu kemudian menimbulkan polemik dan kritikan tajam, tetapi sayangnya
para pengkritik tidak menghiraukan orientasi empirisme yang ada dalam pikiran
baru karena dianggap kontroversial dan bahakan mengesankan pemikian seorang
sekularis. Nurcholish mengawali konsistensinya dengan pernyataan bahwa umat
Islam Indonesia telah jatuh kembali dalam situasi stagnan dan telah kehilangan
daya gerak psikologis. Untuk menjaga keberlangsungan umat, umat Islam
dihadapkan pada dua pilihan antara keharusan pembaharuan dan memprtahankan
sikap tradisionalisme. Pilihan-pilihan tersebut mempunyai konsekuensi tertentu.
Pilihan pada keharusan pembaharuan tampaknya mempunyai potensi yang dapat
menimbulkan perpecahan umat, sementara pilihan untuk mempertahankan
tradisonalisme dan konservatisme islam berarti memperpanjang situasi kemujudan
intelektual umat islam.
Potret
lain yang juga cukup penting dalam menyoroti perkembangan peta pemikiran umat
Islam adalah tulisal William Liddle dalam “Monograf Politics and Culture In
Indonesia”. Melalui pendekatan politik, Liddle menmukan tiga corak pemikiran
islam di indonesia.
Pertama, Indigenits yaitu kelompok pemikiran
yang percaya bahwa islam bersifat universal. Namun, dalam praktiknya, islam
tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya setempat. Gagasan tentang upaya Pribumisasi
Islam atau Kontekstualisasi Doktrin Islam misalnya adalah usaha para
intelektual Islam untuk mempertemukan Islam dengan budaya setempat. Kelompok
ini juga berusaha mengakomodasikan kepentingan umat Islam dengan pemerintah.
Para pendukung Indigenits ini tetnu saja termasuk Nurcholish Madjid dan
Abdurrahman Wahid.
Kedua, Sosial Reformis yaitu gerakan Islam
ynag lebih menitikberatkan pada pemikiran dan aksi untuk mengatasi berbagia
kemiskinan dan ketimpangan sosial yang masih melanda umat Islam, sebagai akibat
proses pembangunan yang bersifat top-down. Aliran kedua ini banyak bergabung dalam
Non-Govermental Organization(NGO). Pemikiran penganut aliran ini senantiasa
mencari alternatif yang bisa dijadikan model pembangunan yang tepat bagi upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam pencarian model-model
pembangunan ini, pengaruh teori kritis madzhah Frankrut atau dependensia cukup
berrti untuk tidak mengatakan dominan.
Ketiga, Universalisme, yaitu kelompok
pemikiran yang percaya bahwa al-Quran dan Hadis yang dibawa Nabi Muhammad SAW,
sudah sangat sempurna dan dapat ditetapkan langsung pada masyarakat apapun.
Jejak pemikiran ini dapat dilacak sejak munculnya Muhammadiyah dan Masyumi.
Kelompok ini, sejak awal 1990-an cukup kuat mewarnai arus pemikiran keislaman
di berbagai kampus utara di Jawa.
Selain
Willam Liddle, Moeslim Abdurrahman pun mengonstruksikan tiga corak pemikiran
Islam yang berkembang selama ini.
Pertama, Modernisasi Islam, yaitu
pemikiran yang bertolak dari pengembangan pesan Islam dalam konteks perubahan
sosial. Untuk pengembangan pesan Islam itu dilakukanlah usaha liberalsasi
pemikiran yang bersifat adaptif terhadap kemajuan zaman, tanpa harus
meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif dari proses modernisasi.
Kedua, Islamisasi yaitu gerakan pemikiran
yang cenderung mengganti teks dalam rangka perubahan sosial. Disitu, para
intelektual Muslim mencoba merumuskan ukuran-ukuran normatif didalam bebagi
bidang kehidupan seperti ilmu, sistem ekonomi, busana, dan pendidikan sehingga
ditemukan corak yang lebih “khas Islami”.
Ketiga, teologi transformatif, yaitu
kelompok pemikiran yang menaruh perhatian besar terhadap persoalan keadilan dan
ketimpangan yang muncul dalam proses pembangunan bangsa saat ini. Bagi mereka,
semua persoalan peradaban manusia sekarang ini berpngkal dari ketimpangan
sosial-ekonomi karena masyarakat masih didominasi oleh struktur yang tidak
adil.
Hal senada diungkapkan oleh Abdurrahman
Wahid dalam “Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia”, juga dalam risalah
kecil, “Peranan Umat dalam Berbagai Pendekatan”. Distu, beliau membagi tiga
corak pemikiran Islam yang berkembang dewasa ini.
Pertama, pendekatan alternatif ,
yaitu pendekatan yang memandang bahwa Islam merupakan sistem nilai ang lengkap
dan menjadi alternatif bagi sistem nilai yang ada sekarang. Tidak jadi soal,
apakah alternatifnya bersifat struktural, seperti kasus di Iran atau bersifat
kultural, seperti kasus di Arab Saudi dan Pakistan.
Kedua, pendekatan budaya, yaitu geraka
pemikiran Islam yang menitikberatkan pada usaha-usaha pembudayaan, enlightenment,
dan pencerahan niali-nilai Islam terhadap masyarakat muslim. Bagi
pendekatan ini, yang terpenting bukanlah struktur, apakah itu model barat atau
model Islam seperti di Iran ; juag tidak peduli apakah partai Islam atau bukan.
Akan tetapi, yang terpenting adalah bagaimana orang-orang islam dibudayakan
lewat nilai-nilai Islam, sehingga terbentuk kehidupan Islami.
Ketiga, pendekatan sosial-budaya yaitu
gerakan pemikiran islam yang menekankan pada usaha perubahan kelembagaan atau
institusi-institusi yang ada kepada acuan islam, tanpa menjadikan islam sebagai
alternatif kelembagaan. Pendekatan ini meneriam perlunya proses pembudayaan
Islam. akan tetapi, sosialisasi Islam tanpa adanya perubahan kelembagaan atau
strukturisasi bukan diangkat dari nilai-nilai normatif Islam, melainkan pada
nilai inspiratifnya. Struktur yang terbentuk nanti bukanlah bersifat alternatif
atau legal formalistik, melainkan bersifat terbuka dan fleksibel. Menurut corak
pemikiran ini, yang penting bagaimana nilai-nilai inspiratif Islam dapat masuk
struktur tersebut. Nilai demokrasi, keadilan sosial, dan kedaulatan hukum
misalnya adalah nilai-nilai inspiratif yang dinilai bersumber darinorma Islam.
tampaknya, dalam konteks penddekatan sebagaimana yang dilontarka Abdurrahman
Wahid inilah, letak pentingnya usaha transformasi.
Abdurrahman Wahid menunjuk M. Amien Rais
sebagai model yang percaya akan pendekatan alternatif. Nurcholish Madjid
dipandang sebagai peletak model pendekatan budaya. Sementar itu Moeslim
Abdurrahman dianggap sebagai yang memperjuangkan pendekatan sosial budaya. Dari
semua pendekatan ini, menurut Abdurrahman Wahid, ketiga-tigany mempunyai
faliditas. Masyarakat Indonesia tidaka dapat dicetak dengan satu model saja
sebab satu model itu tidak dapa menjawab segalanya. Persoalannya adalah
bagaimana masing-masing pendekatan dapat saling berdialog secara terbuka, tanpa
harus mengubah kawannya.
Pola-pola tersebut pada dasarnya, yang
diungkapkan para pemikir Islam Indonesia adalah suatu usaha untuk mencari
formula dalam menyikapi perkembangan persoalan yang dihadapin masyarakat
Indonesia. Denag demikian diharapkan dari berbagai pola yang diajukan dapat
tercipta solusi kehidupan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Sebab, Islam
adalah agama yang sesuai untuk segala situasi dan zaman.(Wahid.1990:193)
1.
Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama (NU)
berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 di Jawa Timur.Organisasi ini merupakan
wadah para ulama di dalam tugas memimpin Islam menuju cita-cita Izzul Islam
Muslimin (kejayaan Islam dan umatnya).
Nahdlatul Ulama (NU)
dapat berkembang dengan cepat sebagai organisasi Islam yang berskala nasional.
Hal itu ditunjang oleh kenyataan bahwa NU lahir di Jawa Timur yang selama
berabad-abad menjadi pusat perkembangan pesantren dan tarekat di
Indonesia.Banyak para ulama besar dari berbagai daerah yang berasal dari
pesantren di Jawa Timur.Mereka memiliki rasa persaudaraan seperguruan dengan
pemimpin pesantren yang terdapat di Jawa Timur.
Nahdlatul
Ulama (NU)
mengorganisasi lembaga pesantren dan gerakan tarekat dalam dua wadah organisasi
nasional.Organisasi tersebut adalah Jam'iyyah Rabbitah al-Ma'ahid (organisasi
ikatan pondok pesantren) yang menghimpun pesantren dan Jam'iyyah Thariqah
al-Mu'tabarah an-Nahdiyyah (organisasi tarekat sah) untuk organisasi
tarekat.Dengan demikian organisasi tradisional yang berkembang di daerah-daerah
pada umumnya dapat dihimpun dan menginduk ke Nahdlatul Ulama (NU).
Pada mulanya Nahdlatul Ulama (NU) merupakan
organisasi keagamaan.Namun pada tahun 1945 Nahdlatul Ulama mulai bergerak dalam
bidang politik dengan menggabungkan diri dalam partai Masyumi.Pada Muktamar
ke-19 di Palembang tanggal 1 Mei 1952, Nahdlatul Ulama menyatakan keluar dari
partai Masyumi dan menjadikan dirinya sebagai partai politik (Partai Nahdlatul
Ulama).Kemudian pada tahun 1973, Partai NU dan partai-partai Islam lainnya,
seperti PSII, Parmusi, dan Perti memfusikan kegiatan politiknya ke dalam Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Dalam perkembangan selanjutnya NU kembali menjadi
Jam'iyyah atau organisasi keagamaan hingga sekarang
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah
antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU
tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan
realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu
seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi.
Kemudian dalam bidang fiqih lebih
cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan
mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali
sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara
dalam bidang tasawuf,
mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan
antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984,
merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal
jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih
maupun sosial.Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara.Gerakan
tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial
dalam NU.
(Rasyad, 1986)
2.
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta,
pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Beliau adalah pegawai
kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang.
Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh
dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk
mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an
dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya
ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan
dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya.Profesinya
sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat
ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke
luar pulau Jawa.Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan
Persyarikatan Muhammadiyah.Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok
tanah air. Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki,
beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang
disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki
dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar
di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. Sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi
Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan).Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia. (Rasyad, 1986)
3.
Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII)
LDII, merupakan
organisasi
kemasyarakatan yang independen, resmi dan legal
yang mengikuti ketentuan UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Pasal 9, ayat (2), tanggal 4 April 1986 (Lembaran
Negara RI 1986 nomor 24), serta pelaksanaannya meliputi PP No. 18 tahun 1986
dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 5
tahun 1986 dan Aturan hukum lainnya. LDII, memiliki Anggaran Dasar (AD) dan
Anggaran Rumah Tangga (ART). Program kerja dan pengurus mulai dari tingkat pusat
sampai dengan tingkat desa. LDII sudah tercatat di badan kesatuan bangsa dan
perlindungan masyarakat (Bakesbang & Linmas) departemen
dalam negeri. LDII
merupakan bagian komponen Bangsa Indonesia yang berada dalam negara kesatuan republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 45.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) berdiri sesuai
dengan cita-cita para ulama perintisnya yaitu sebagai wadah umat Islam untuk mempelajari, mengamalkan dan menyebarkan ajaran Islam secara murni berdasarkan Alquran dan Hadis, dengan latar belakang budaya masyarakat Indonesia, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara
Republik Indonesia
tahun 1945.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pertama kali berdiri pada 3 Januari1972 di Surabaya, Jawa Timur dengan nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam
(YAKARI). Pada Musyawarah Besar (Mubes) tahun 1981 namanya diganti menjadi
Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI), dan pada Mubes tahun 1990, atas dasar Pidato
pengarahan Bapak Sudarmono, SH. Selaku Wakil Presiden dan Bapak Jenderal Rudini
sebagai Mendagri waktu itu, serta masukan baik pada sidang-sidang komisi maupun
sidang Paripurna dalam Musyawarah Besar IV LEMKARI tahun 1990, selanjutnya
perubahan nama tersebut ditetapkan dalam keputusan, MUBES IV LEMKARI No.
VI/MUBES-IV/ LEMKARI/1990, Pasal 3, yaitu mengubah nama organisasi dari Lembaga
Karyawan Dakwah Islam yang disingkat LEMKARI yang sama dengan akronim LEMKARI
(Lembaga Karate-Do Indonesia), diubah menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia. (Rasyad, 1986)
4.
Ahmadiyah
Jemaat Ahmadiyah adalah suatu gerakan
dalam Islam yang didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as.pada tahun 1889,
atas perintah Allah Ta'ala. Ahmadiyah bukanlah suatu agama.Agamanya adalah Islam
.Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi Kalimah Syahadat "Laa ilaha Illallah, Muhammadur-rasulullah".Jemaat
Ahmadiyah bersaksi bahwasanya tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu
adalah rasul Allah.
Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi
kitab suci Al-Quran sebagai Kitab Syariat terakhir yang paling sempurna, hingga
kiamat. Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi Sayyidina
Muhammad Mustafa Rasulullah shallallahu
alaihi wa'aalihi wassallam sebagai Khataman-nabiyyiyn yang merupakan penghulu dari sekalian nabi
dan nabi yang paling mulia.Beliau adalah nabi pembawa syariat terakhir.Penutup
pintu kenabian tasyri'i. Tidak
ada lagi nabi pembawa syariat baru sesudah Rasulullah saw..
Nama Ahmadiyah berasal dari nama sifat Rasulullah saw. -- Ahmad (yang terpuji). Yakni yang menggambarkan suatu
keindahan/kelembutan. Zaman sekarang ini adalah zaman penyebar-luasan amanat
yang diemban Rasulullah saw. dan merupakan zaman penyiaran sanjungan pujian
terhadap Allah Ta'ala. Tujuan Jemaat Ahmadiyah adalah Yuhyiddiyna wayuqiymus-syariah.Menghidupkan
kembali agama Islam, dan menegakkan kembali Syariat Qur'aniah. Dalam arti yang lebih mendalam adalah untuk menghimbau ummat manusia
kepada Allah Ta'ala dengan memperkenalkan mereka sosok sejati Rasulullah saw.,
dan menciptakan perdamaian serta persatuan antar berbagai kalangan manusia.
Ahmadiyah berusaha menghapuskan segala kendala yang timbul karena perbedaan ras
dan warna kulit sehingga umat manusia dapat bersatu dan mengupayakan perdamaian
semesta.
Kami beriman bahwa Allah itu Mahaesa
dan tidak mempunyai sekutu dalam zat-Nya maupun dalam sifat-sifat-Nya, dan
tidak dilahirkan maupun melahirkan.Dia bebas dari segala jenis kekurangan dan
kelemahan dan sempurna di dalam segala sifat-Nya.Dia mengabulkan doa-doa para
hamba-Nya dan membantu mereka dalam memenuhi segala keperluan
mereka.Nikmat-nikmat-Nya, baik secara materi ataupun rohani, tidak terbatas,
dan tidak hanya dilimpahkan kepada suatu bangsa atau kaum tertentu.Jemaat
Ahmadiyah menganggap sebagai kewajibannya untuk mengimbau umat manusia menerima
Tauhid Ilahi, sebab, penerimaan Tauhid Ilahi dapat mewujudkan perdamaian dan
persatuan diantara umat manusia.
Kami percaya bahwa semua agama besar
pada awalnya mempunyai landasan kebenaran dan masih mengandung banyak nilai keindahan.Kami
menolak dan menyangkal sikap yang menyatakan bahwa tidak ada agama selain
agamanya sendiri yang mengandung suatu kebenaran atau nilai
keindahan.Kendatipun demikian, kami menganggap sebagai kewajiban kami untuk
mengumandangkan bahwasanya Islam mengandung tuntunan Samawi dengan bentuknya
yang utuh dan sempurna guna membimbing umat manusia mencapai hubungan kedekatan
dengan Allah Ta'ala.
Kami menjunjung tinggi kebebasan suara
hati lebih dari segala kemerdekaan dan sebagai hak-hidup setiap makhluk
manusia.Kami memandang tidak ada dosa yang begitu keji seperti tindakan paksa
atau kekerasan dalam urusan agama.Kami memandang haram untuk berperang atau
memerangi pemerintah atau bangsa yang memberi kemerdekaan penuh kepada
penyuaraan kata hati dan agama orang-orang yang menghuni
wilayah-wilayahnya.Kami memandang orang-orang Islam yang mensahkan perang
disebabkan perbedaan dalam urusan agama adalah sebagai kesalahan besar dalam
memegang akidah yang sama-sekali tidak sesuai dengan jiwa agama Islam yang hakiki
ini. Kami menganggap sebagai kewajiban agama yang
pokok untuk mentaati sepenuhnya undang-undang dan peraturan pemerintah tempat
kami bernaung.Kami memandang pemberontakan dan pembangkangan terhadap
pemerintah yang berkuasa sebagai sesuatu yang sama-sekali tidak dibenarkan dan
bertentangan dengan ajaran Islam.Kami memegang prinsip ini dengan
seteguh-teguhnya dimana pun kami berada.
Kami percaya bahwa janji Tuhan yang
diberikan-Nya kepada umat manusia melalui semua agama besar mengenai turunnya
seorang nabi di akhir zaman telah menjadi kenyataan di dalam diri Hz.Mirza
Ghulam Ahmad as., pendiri Jemaat Ahmadiyah. Beliau adalah Almasih yang
ditunggu-tunggu oleh umat Kristen; Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu oleh umat
Islam; dan Krishna yang dinanti-nantikan oleh umat Hindu.
Hz.Mirza Ghulam Ahmad berasal dari
suatu rumpun keluarga yang merupakan pendatang dari Samarqand, sebuah kota di
Asia Tengah. Nenek-moyang beliau hijrah dari Samarqand menuju Punjab, India
pada awal abad keenambelas, di masa kekuasaan Emperor Babar dari Dinasti
Moghul.Mereka memohon untuk dapat berkhidmat kepada dinasti tsb.dan mendapat
kepercayaan di kawasan Punjab. Beliau adalah keturunan dari Haji Barlas, yang
merupakan paman Amir Timur.Timur berasal dari suku Barlas yang terkenal dan yang
menguasai kawasan Kish selama 200 tahun. Kawasan ini pada zaman dahulu dikenal
dengan nama Sogdiana, yangmana ibukotanya adalah Samarkand. Mereka adalah suku
yang berakar dari Persia.Kata Samarkand itu sendiri berasal dari Bhs.Farsi.
Barlas juga demikian, artinya: pemuda gagah berani dari kalangan terhormat.
Mirza Hadi Beg memimpin hijrah dari Samarkand tsb.menuju Punjab, India, dengan
membawa rombongan sekitar 200 orang. Mereka membangun sebuah perkampungan yang
tidak begitu jauh dari sungai Bias, dan menamakannya Islampur.Emperor Babar memberikan kepada beliau kawasan yang
mencakup ratusan perkampungan.Dan beliau ditunjuk sebagai Qazi disana. Sehingga kampung
kediaman beliau itu dikenal dengan namaIslampur
Qazi. Akhirnya nama ini tinggal Qazi
dan lebih dikenal dengan sebutan Qadi
yang kemudian menjadi Qadian. (Rasyad, 1986)
C.
Langkah Strategis
dalam Menyikapi Pembaharu Islam
Saat ini kadang dalam
hal khilafiyyah/furu’iyah, meski masing-masing pihak punya pegangan Al Qur’an
dan Hadits, pihak yang lain mencaci yang lainnya. Dari membid’ahkan pihak yang
lain, hingga mengkafirkan. Berbagai caci-maki bahkan fitnah dan kebohongan pun
dilontarkan. Sungguh jauh dari ajaran Islam.
Sesungguhnya perbedaan
pendapat itu hal yang biasa. Di antara Suami-Istri, Kakak-Adik, para Ulama
Mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’ie, dan Imam Hambali saja
biasa terjadi perbedaan pendapat. Bahkan para Nabi pun seperti Nabi Daud dan
Nabi Sulayman dijelaskan Allah dalam Surat Al Anbiyaa’ ayat 78 dan 79 berbeda pendapat.
Jika kita saling menghormati, niscaya perbedaan pendapat itu jadi rahmat. Kita
bisa hidup rukun dan damai. Tapi jika tidak bisa menerima bahkan mencaci-maki
pihak lain, yang jadi adalah pertengkaran, perceraian, bahkan peperangan.
Bagaimana cara Nabi
menghadapi perbedaan?
Kecuali menyangkut masalah prinsip akidah dan
hal-hal yang sudah qoth’i, Islam dikenal sangat menghargai perbedaan. Nabi
Muhammad mencontohkan dengan dengan sangat indah kepada kita semua.
Dalam Shahih
al-Bukhari, Volume 6, hadits no.514, diceritakan bahwa Umar ibn Khattab
pernah memarahi Hisyam ibn Hakim yang membaca Surat Al-Furqan dengan bacaan
berbeda dari yang diajarkan Rasulullah s.a.w. kepada Umar. Setelah Hisyam
menerangkan bahwa Rasulullah sendiri yang mengajarkan bacaan itu, mereka berdua
menghadap Rasulullah untuk meminta konfirmasi. Rasulullah membenarkan kedua
sahabat beliau itu dan menjelaskan bahwa Al-Qur’an memang diturunkan Allah SWT
dengan beberapa variasi bacaan (7 bacaan). “Faqra’uu maa tayassara minhu,”
sabda Rasulullah s.a.w, “maka bacalah mana yang engkau anggap mudah
daripadanya.”
Imam Al-Baihaqi
menyebutkan dalam kitab Al-Madkhal bahwa lafadz ini adalah
perkataan Al-Qasim bin Muhammad. Demikian juga komentar dari Al-Imam As-Suyuti
sebagaimana yang kita baca dari kitab Ad-Durar Al-Mutasyirah,
lafadz ini adalah perkataan Al-Qasim bin Muhammad.
Jangankan manusia biasa.
Nabi yang dibimbing Allah pun bisa berbeda pendapat dalam memutuskan satu hal.
Contohnya di Surat Al Anbiyaa’ ayat 78-79 dijelaskan bagaimana Nabi Daud dan
Nabi Sulayman berbeda pendapat dalam memutuskan satu hal:
“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu
keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh
kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang
diberikan oleh mereka itu,
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)[966]; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya.” [Al Anbiyaa’ 78-79]
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)[966]; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya.” [Al Anbiyaa’ 78-79]
[966]. Menurut riwayat
Ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. maka
yang empunya tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Daud a.s. Nabi Daud
memutuskan bahwa kambing-kambing itu harus diserahkan kepada yang empunya
tanaman sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. Tetapi Nabi Sulaiman a.s.
memutuskan supaya kambing-kambing itu diserahkan sementara kepada yang empunya
tanaman untuk diambil manfaatnya. Dan prang yang empunya kambing diharuskan
mengganti tanaman itu dengan tanam-tanaman yang baru. Apabila tanaman yang baru
telah dapat diambil hasilnya, mereka yang mepunyai kambing itu boleh mengambil
kambingnya kembali. Putusan Nabi Sulaiman a.s. ini adalah keputusan yang tepat.
Jelas orang yang suka
mencaci tersebut tidak membaca dan memahami Al Qur’an dan Hadits secara
keseluruhan. Cuma sepotong-sepotong sehingga akhirnya pemikirannya jadi
ekstrim/sempit dan membuat ribut serta memecah-belah persatuan ummat Islam
karena kejahilannya.
Kadang ada kelompok yang
menganggap kebenaran hanya 1, yaitu kelompoknya saja sehingga bersikap ekstrim
dalam menghadapi perbedaan:
“Umatku akan terpecah
belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu
golongan.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah mereka, wahai Rasul Allah?”
Beliau menjawab, “Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku.” (HR
Abu Dawud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darami dan Al-Hakim).
Padahal berdasarkan
contoh-contoh di atas, Nabi dan para Sahabat sangat toleran dalam perbedaan
selama belum keluar dari syariat Islam.Mereka menganggap “Kebenaran hanya satu
sedangkan kesesatan jumlahnya banyak sekali”. Hal ini berasal dari pemahaman
terhadap hadits Rasulullah SAW :
Rasulullah SAW bersabda:
“Inilah jalan Allah yang lurus” Lalu beliau membuat beberapa garis kesebelah
kanan dan kiri, kemudian beliau bersabda: “Inilah jalan-jalan (yang begitu
banyak) yang bercerai-berai, atas setiap jalan itu terdapat syaithan yang
mengajak kearahnya” Kemudian beliau membaca ayat :
“Dan (katakanlah):
‘Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS Al-An’am 153).
Padahal ayat di atas
jika kita lengkapi dengan pemahaman Surat Al Fatihah yang biasa kita baca, itu
adalah Jalan Islam (orang-orang yang diberi nikmat Allah). Bukan jalan orang
yang dimurkai Allah (Yahudi) dan bukan pula jalan orang yang sesat (Nasrani).
Dalam tradisi ulama
Islam, perbedaan pendapat bukanlah hal yang baru. Tidak terhitung jumlahnya
kitab-kitab yang ditulis ulama Islam yang disusun khusus untuk merangkum masalah
perbedaan pandangan. Kitab Al Mughni karya Imam Ibnu Qudamah, adalah sebuah
kitab yang menyangkut berbagai pandangan dan mazhab dalam bidang hukum Islam.
Bahkan tak hanya berlaku masalah hukum saja. Juga menyangkut tafsir, ulumul
qur’an, syarh hadits, ulumul hadits, tauhid, usul fiqh, qawa’id fiqhiyah,
maqashidus syariah, dan lain-lain.Para Imam Madzhab seperti Imam Malik, Imam
Syafi’ie, Imam Hanafie, dan Imam Hambali berbeda pendapat. Namun mereka tidak
saling membid’ah atau menganggap sesat yang lain. Begitu pula para pengikutnya.
Dalam khasanah Islam,
para ulama salaf dikenal dengan sikap kedewasaan, toleransi, dan
objektivitasnya yang tinggi dalam menyikapi perbedaan. Ucapan Imam Imam Syafi’i
yang sangat masyhur sebagi bentuk penghormatan perbedaan pada pihak lain
adalah, “Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan
pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.”
Kalau sekarang kan
jangankan beda madzhab. Dalam satu sekte aliran itu pun saat beberapa ulamanya
berbeda pendapat, mereka saling memaki dan menyebut yang lain sebagai “Ular”
segala macam. Bagaimana kita bisa temukan akhlak Islam yang mulia dari mereka?
Adab Berbeda Pendapat
dalam Islam
Jika
tidak disikapi dengan tepat dan bijaksana, tidak menutup kemungkinan akan
melahirkan perpecahan, permusuhan, dan bahkan kehancuran. Karena itu, Islam
memberi arahan bagaimana cara menghadapi perbedaan pendapat di antara kita
semua. Di bawah ini adalah adab-adab yang harusnya dilakukan kaum Muslim;
1. Ikhlas dan Lepaskan Diri dari Nafsu
Kewajiban setiap orang
yang berkecimpung dalam ilmu dan dakwah adalah melepaskan diri dari nafsu
tatkala mengupas masalah-masalah agama dan syariah. Mereka hendaknya tidak
terdorong kecintaan mencari ketenaran serta menonjolkan dan memenangkan diri
sendiri. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, orang yang mencari ilmu
karena hendak mendebat para ulama, melecehkan orang-orang yang bodoh, atau
untuk mengalihkan perhatian manusia pada dirinya, maka dia tidak akan mencium
bau surga (Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah).
2. Kembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah
Ketika terjadi perbedaan
pendapat, hendaklah dikembalikan pada Kitabullah dan Sunnah Rasul. Keduanya
dijadikan sebagai ukuran hukum dari setiap pendapat dan pemikiran. “…Kemudian
jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Hadits).” (An-Nisaa’: 59).
3. Tidak Menjelekkan
Masing-masing tetap mempunyai hak yang tidak
bisa dihilangkan dan dilanggar, hanya karena tidak sependapat dalam suatu
masalah. Di antara haknya adalah nama baik (kehormatan) yang tidak boleh
dinodai, meski perdebatan atau perbedaan pendapat semakin meruncing. Wilayah
pribadi seperti itu tidak boleh dimasukkan dalam materi perbedaan.
4. Cara yang Baik
”…Dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125).
Berdialog harus dengan cara yang baik (menarik)
sehingga bisa mendapatkan simpati dan lawan bicara mau mendengarkan kebenaran
yang dibawa. Cara seperti ini terhindar dari sikap yang keras dan kaku, jauh
dari perkataan yang menyakitkan dan mengundang antipati.
Penyeru kebenaran adalah orang yang mementingkan
dakwah, bukan kepentingan pribadi. Jika bersikap keras dan kaku, berarti telah
mementingkan nafsu pribadi sehingga berakibat orang menjauh dari dakwahnya.
5. Mendalami Nash Syariah dan Pendapat Ulama
Agar dapat keluar dari khilaf dengan membawa
hukum yang benar, maka semua nash syariah yang berkaitan dengan masalah itu
harus dihimpun. Dengan demikian, persoalan yang umum bisa dijelaskan dengan
yang khusus, yang global bisa diperjelas dengan yang terinci, serta yang kiasan
bisa dijelaskan dengan yang gamblang.
6. Bedakan antara Masalah yang Sudah Di-Ijma’ dan
yang Diperselisihkan
Masalah-masalah yang sudah di-ijma’ (disepakati)
sudah tidak perlu lagi diperdebatkan dan dipertanyakan. Komitmen kepadanya
merupakan keharusan agama, seperti halnya terhadap Al-Qur’an dan Hadits.
Orang yang mencari kebenaran kemudian salah,
berbeda dengan orang yang memang sengaja mencari kebatilan lalu dia
mendapatkannya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap memberikan
satu pahala bagi hakim yang memutuskan perkara hukum, namun salah, karena niat
dan keinginannya untuk mendapatkan kebenaran. Dan Allah tidak membebankan
kewajiban kepada manusia kecuali berdasarkan kemampuannya. (Al-Baqarah: 286).
Wallahu Ta’ala a’lam.
Nabi saw. bersabda, “Apabila kamu melihat
orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bidah sesudah aku (Rasulullah
saw.) tiada, maka tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari mereka. Perbanyaklah
lontaran cerca dan tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka
tidak makin merusak (citra) Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan
meniru-niru bidah mereka. Dengan demikian, Allah akan mencatat bagimu pahala
dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat.” (HR Ath-Thahawi).
“Dikatakan kepada Nabi saw: “Ya Rasulullah, sesungguhnya
fulanah menegakkan salat lail, berpuasa di siang harinya, beramal dan
bersedekah (tetapi) ia menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Bersabda
Rasulullah saw., “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka.”
Berkata (perawi), “Sedangkan fulanah (yang lain) melakukan salat maktubah dan
bersedekah dengan benaja kecil (tetapi) dia tidak menyakiti seseorang pun.”
Maka bersabda Rasulullah saw., “Dia termasuk ahli surga.” (Silsilah Hadits
as-Shahihah, no. 190).
Memang Allah memerintahkan kita untuk bersatu.
Jika berselisih tentang sesuatu, hendaknya kita kembali pada Al Qur’an dan
Hadits. Para ulama hendaknya melakukan Ijma’ untuk memutuskan hal yang
diperselisihkan.
Namun jika terjadi perbedaan pendapat juga
akibat beda dalam menafsirkan Al Qur’an dan Hadits, hendaknya tidak saling
cela/hina karena itu diharamkan Allah [Al Hujuraat 11-12]. Sebab kadang
perbedaan tak bisa dihindarkan sehingga para Nabi saja seperti Nabi Daud dan
Nabi Sulayman bisa berbeda pendapat [Al Anbiyaa’ 78-79] demikian pula para
sahabat dan para Imam Mazhab. Mereka semua sangat faqih dalam memahami Kitab
Suci dan Hadits.
Jika kita karena perbedaan tersebut mencela
sesama Muslim dengan sebutan Ahlul Bid’ah, Sesat, Kuffar, Musyrik, dsb
sementara Jumhur Ulama tak berpendapat demikian, maka kitalah yang sesat
(Nashir,2001).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Perkembangan dalam teknologi dan ilmu
pengetahuan yang dibawa oleh orang-orang Barat telah memasuki Islam di awal
abad sembilan belas. Dari kontak dengan dunia Barat inilah muncul ide-ide baru
dalam islam, contohnya seperti, rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan
sebagainya, tidak terkecuali orang-orang islam di Timur tengah. Sebagaimana
halnya di Barat, di dunia Islam pun timbul aliran-aliran dan gerakan-gerakan
untuk menyesuaikan faham-faham Islam yang ditimbulkan dari budaya barat
tersebut.
2.
Gelombang gerakan
pembaharuan pemikiran islam Indonesia dapat dilacak akar sejarahnya dengan
munculnya gerakan Padri di Sumatera Barat. Gerakan ini, dalam beberapa tingkat,
cukup radikal sehingga menimbulkan benturan keras dengan kaum adat.
Akibatnya,konfli kaum padri dengan kaum adat tidak dapat dielakkan.
Di indonesia muncul gerakan-gerakan pembaharuan, seperti
Muhammadiyah, persis dan gerakan-gerakan lain yang tumbuh pada awal abad XX,
yang berusaha untuk memurnikan ajaran islam dari beban-beban kultural agam yang
berupa takhayul, khurufat dan bid’ah. Gerakan-gerakan ini melakukan
reaktualisasi ajaran islam untuk memasuki zaman baru, yakni zaman industrialisasi.
Gerakan pembaharuan pada fase yang pertama ini menjadi persiapan awal agar umat
islam dapat berpikir lebih rasional untuk menyambut datangnya masyarakat
industrial inilah, umat islam memasuki periode kedua, yaitu zaman noetekhnik.
3.
Langkah strategis kita dalam menyikapi
pembaharuan islam antara lain :
a. Ikhlas dan Lepaskan Diri dari Nafsu.
b. Kembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah.
c. Tidak Menjelekkan.
d. Cara yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik.” (An-Nahl: 125).
e. Mendalami Nash Syariah dan Pendapat Ulama.
f.
Bedakan antara Masalah
yang Sudah Di-Ijma’ dan yang Diperselisihkan.
Daftar Pustaka
Ghazali,Muchtar,Adeng.(2005).
Perkembangan Ilmu Kalam, Bandung; pustaka setia.
Hanafi,A.(1977).Theology Islam (Ilmu Kalam), Jakarta; Bulan Bintang
Kuntowijoy.(1996). Paradigma Islam,Bandung
: Mizan
Nasution,
Harun.(1972). Teologi Islam Aliran-aliran
Sejarah Analisa Perbandingan,
Jakarta;
Universitas Indonesia Pers
Nasution,
Harun.(1975). Perkembangan aliran-aliran pembaharu Islam, Malang;
UIN Malang Pers
Nashir,Muhammad.(2001).
Aliran-aliran dan Sejarah Islam, Bandung; Pustaka Setia
Qodir,Abdul.(2005). Jejak langkah pembaharuan
pemikiran Islam.Bandung : Pustaka
Setia
Rasyad,Aminudin.(1986). Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta; IAIN
Jakarta Perss
Salihun,Nasir A.(2010). Pemikiran Kalam(teologi islam),
Jakarta; Rajawali Pers.
Said,Bustomi
M.(1995). Gerakan pembaharuan agama, antara moderenisasi dan
Tadjdidudin,
Bekasi
: Wacana Zuardi Amanah
Wahid,
Abdurrahman,(1990), Kontroversi Pemikiran di Indonesia, Bandung:
Rosdakarya
LAMPIRAN
Pertanyaan :
1. Mengapa bisa terbentuknya aliran-aliran islam yang
bermula dari politik ?
Oleh : linda
2. Bolehkah seorang ulama mengijtihadi hanya dari mazhab
ulama itu sendiri ?
Oleh : dinda
3. Bagaimana jika kita berada di sebuah masjid yang
banyak terdapat perbedaan paham didalamnya ? dan bagaimana kita menyikapinya ?
Oleh : bilawwal
Jawaban :
1. Berawal dari soal politik dan akhirnya membentuk
sebuah aliran yang pro dan kontra terhadap Ali. Hal ini dikarenakan adanya
paradigma yang terjadi pada saat itu dan membuat adanya aliran-aliran dalam
islam.
2. Tidak boleh, karena suatu ijtihad harus diambil dari
beberapa pendapat para ulama yang akan disatukan dan diringkas kembali menjadi
sebuah ijtihad.
3. Kita tetap pada pendirian kita. Misalkan, kita akan
menjadi imam pada saat solat kita lakukan solat dengan keyakinan kita sendiri
tanpa memaksa orang yang berbeda pendapat di belakang kita untuk mengikuti
kita.
Komentar
Posting Komentar